"Ini pak kembaliannya," ujar Asep sambil menyerahkan beberapa uang logam. Terlihat seperti pecahan lima ratusan.
Sang kepala proyek tersenyum menerima. Dia merasakan ada kejujuran mengalir dalam darah anak buahnya itu.
"Maklum orang kecil...," gumamnya saat itu.
Di hari lain saat sedang memerlukan bahan bangunan yang lumayan banyak, Asep juga yang disuruh berbelanja. Sejumlah uang langsung diserahkan.
"Ini pak notanya. Barangnya sebentar lagi datang. Sedang dikirim. Oh iya pak...tadi uangnya kurang seratus ribu. Beruntung saya membawa uang. Jadi tadi kurangnya pakai uang saya. Bisa diganti ya pak... itu uang buat lauk seminggu," ujar Asep lempeng datar dan seperti tidak ada masalah.
Sang kepala proyek agak kaget. Dia merasa sudah menyerahkan sejumlah satu juta rupiah. Tidak mungkin uang itu kurang. Dia sudah memilahnya dengan besaran satu jutaan. Kalau perlu tinggal comot saja. Dan itu pasti satu juta rupiah.
"Tetapi mengapa bisa kurang ya? Ah mungkin ada yang ketelisut..," gumamnya menenangkan diri. Tak mungkin dia perang mulut dengan orang yang sudah dianggapnya kecil itu.
Apalagi Asep berbicara lancar. Tidak mencirikan seseorang yang sedang berbohong seperti yang dia ketahui. Nadanya tidak koyak. Kalimatnya tidak ada penggalan mendadak. Menunjukkan nadinya berdenyut normal.
Pandangannya pun lurus. Tidak berubah-ubah. Bola matanya tidak melirik ke kanan atas. Dia juga tidak menggaruk-garuk kulit kepala yang tidak gatal.
"Hmm.. aku yakin dia masih jujur..mungkin kemarin aku salah hitung...," desis tipis sang kepala proyek. Asep masih dalam ruang kejujurannya.
Pagi cerah itu, uang lauk pauk seratus ribu rupiah pun segera berpindah tangan.