Lihat ke Halaman Asli

Rokhman

Menulis, menulis, dan menulis

Derita Penjaga Kantin Sekolah

Diperbarui: 7 Juni 2020   07:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Anak sekolah ibarat telah menjadi 'nyawa' bagi keluarga Siti, penjaga kantin sekolah. Sebab, anak sekolah lah yang membuat dapur keluarganya mengepul.

Sementara Ali suaminya mencari nafkah dengan bekerja serabutan. Kadang menjadi kenek bangunan, kerja sosial sebagai relawan, atau buruh tani di ladang tetangga.

Namun sejak pandemi, nyala api dapur keluarga Siti meredup bahkan padam. Bagaimana tidak, sejak pemerintah mengumumkan agar sekolah diliburkan otomatis katin sekolah ikut libur. Siti tidak bisa berjualan makanan di kantin sekolah.

Tutupnya sekolah membuat Siti kehilangan mata pencarian. Sementara penghasilan Ali juga tidak sepenuhnya bisa diandalkan untuk menopang agar dapur rumah tangganya tetap ngebul. Libur sekolah berdampak panjang pada kehidupan Siti dan keluarga. Sebab kini ia tak punya penghasilan yang pasti.

Di sisi lain, ia harus menyisihkan uang untuk kedua anaknya. Meskipun anak-anak belajar di rumah ia harus menyiapkan anggaran untuk membeli paket data agar bisa mengerjakan tugas-tugas dari gurunya.

Di samping itu, ia juga harus membayar listrik rumah 900 VA. Listrik ini berpotensi tak terbayar, lantaran penghasilannya tak menentu. Sebab listrik di rumahnya tak mendapat keringanan bantuan dari pemerintah.

Satu-satunya harapan Siti hanya dari honornya sebagai tenaga magang di perpustakaan sekolah. Sebab di samping sebagai pentugas kantin, Siti sebenarnya adalah honorer sekolah sebagai tenaga perpustakaan. Namun karena pihak sekolah belum mampu memberi honor yang layak dari dana Bos, Siti diberi tugas tambahan mengelola kantin sekolah.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline