Lihat ke Halaman Asli

Standar Ganda Para Pengemudi Ojek dan Taksi Online di Bandung

Diperbarui: 20 Oktober 2017   18:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: nasional.news.viva.co.id

Demo angkot di Bandung (01).

[Terjemahan tulisan pada "banner": 1. Gara-gara on-line saya menjadi duda. 2. Jalan dibikin bagus, kalau rakyat dibunuh...].

Bila kepada para pengemudi angkot, serta ojek dan taksi "konvensional" ditanyakan tentang mana yang akan mereka pilih: makan di warung nasi kaki lima dengan tarif 40 ribu rupiah sekali makan ataukah di warung nasi dengan tarif 15 ribu rupiah? Pasti deh mereka semua akan memilih  makan di warung nasi dengan tarif 15 ribu rupiah. Pasti! Iya, 'kan?

Apalagi bila pada alternatif ke dua di atas, makanannya lebih enak, bersih, dihidangkan panas-panas, diberi kerupuk dan kadang diberi bonus es teh manis... Bahkan pada alternatif ke dua, mereka tidak perlu mendatangi warung tersebut, karena petugas warung lah yang akan membawakan makanannya kepada konsumen.

Pasti semuanya setuju.

Nah kalau sekarang kepada masyarakat pengguna transportasi umum ditanyakan mana yang akan mereka pilih: angkot, taksi dan ojek konvensional yang bertarif mahal ataukah taksi  dan ojek "on-line" yang bertarif jauh lebih murah?

Tidak wajarkah dan tidak bolehkah kalau masyarakat akan memilih alternatif ke dua yang berarif lebih murah? Apalagi pada alternatif ke dua, kebanyakan kendaraannya lebih baru (dan mestinya lebih laik jalan), lebih nyaman, para pengemudinya (hampir) pasti memiliki SIM, dan banyak dari para pengemudinya ganteng ganteng... [Hehe, yang ini mah belum tentu juga sih... Tapi yang jelas, paling tidak yang Om-G ketahui di Bandung, sebagian dari mereka berstatus mahasiswa atau sarjana, selain sebagai driver...). Juga, bisa lebih tepat waktu (ini terutama dikontraskan dengan angkot yang sering ngetem berlama-lama, tidak memperdulikan konsumennya yang ingin cepat sampai).

Selain itu, pada alternatif ke dua konsumen tidak perlu datang ke pangkalan atau ke tempat ngetem karena mereka lah yang didatangi oleh taksi  dan ojek "on-line"nya...

Jadi dengan segala aspek plus tadi, jelas ya kenapa konsumen lebih memilih kendaraan umum on-line daripada yang konvensional? Berdosakan para konsumen karena pilihannya seperti itu?

Sumber: www.pikiran-rakyat.com

Demo angkot di Bandung 02

Makanya Om-G heran bahwa ketika ada mogok masal para pengemudi angkot, serta taksi dan ojek konvensional di Bandung yang "menuntut keadilan" (yang tadinya direncanakan bahwa mogoknya itu adalah pada hari Selasa sampai Jumat minggu lalu, yang pada saat dibatalkan, ternyata sebagian masih ada yang mogok tuh...), Pemerintah Jawa Barat "sepakat" melarang (sementara) beroperasinya angkutan on-line, yaitu taksi dan ojeg on-line, "... sebelum peraturan baru yang mengatur angkutan berbasis aplikasi itu diterbitkan...".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline