Seminggu lalu, tepatnya tanggal 11-13 Mei 2012 saya dan teman satu kelas beserta dosen mata kuliah Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) dan teman dari mata kuliah Kesehatan Lingkungan tempat Tempat Umum (KLTTU) mengadakan kunjungan ke Pulau Tidung selama 3 hari 2 malam untuk meneliti pola konsumsi ikan dan kondisi kesehatan lingkungan pada penduduk Pulau Tidung. Banyak persoalan menarik yang saya jumpai selama mengobservasi dan berinteraksi dengan penduduk setempat. Ada tiga hal yang akan saya bahas dalam tulisan saya ini, yaitu, persoalan sampah dan fasilitas pendukung pariwisata, kemiskinan dan ketidakmerataan pembangunan, serta kesulitan mengkonsumsi ikan. Ketiga masalah tersebut merupakan sintesis dari hasil wawancara dan pengamatan yang saya lakukan dengan penduduk setempat.
Pertama, potensi pariwisata yang kurang diberdayakan, khususnya pada persoalan sampah dan fasilitas/sarana pendukung pariwisata di pulau tersebut.
Pada hari pertama kunjungan ke Pulau Tidung, saya bersama teman saya memutuskan untuk berkunjung ke Jembatan Cinta (yang katanya terkenal itu) untuk kemudian menuju Pulau Tidung Kecil. Kami ke Pantai Tidung Timur dengan mengendarai sepeda yang disediakan oleh penginapan tempat kami menginap. Selama perjalanan menuju pantai, terlihat banyak sampah plastik yang menumpuk di tepi pantai, sehingga mengurangi keindahan panorama pantai.
Terkait masalah sampah, saya yakin banyak dari pembaca yang sudah tahu banyaknya sampah yang mengambang atau terbawa arus laut dari Jakarta dan mengotori perairan Kepulauan Seribu, termasuk pantai di Pulau Tidung. Sebelum menginjakkan kaki di Pulau Tidung, ekspektasi saya adalah hamparan pasir putih dengan pantai biru yang indah. Namun, ketika bersama teman-teman bersepeda menuju pantai ketika hari pertama tiba sungguh mencengangkan. Sepanjang tepi pantai menuju Jembatan Cinta, banyak sampah plastik yang terdampar sehingga agak merusak keindahan panorama Pantau Tidung Timur. Tidak cukup sampai disitu, ketika kami melewati Jembatan Cinta menuju Pualu Tidung Kecil, betapa berbahayanya jalur yang kami harus lewati. Kondisi jembatan sangat membahayakan untuk dilewati. Betapa tidak? Papan kayu penyusun jembatan banyak yang rusak, lapuk ataupun terlepas, sehingga harus ekstra hati-hati dalam menyebrang jembatan.
Sumber: dok. Pribadi
Sumber: dok. Pribadi
Sumber: dok. Pribadi
Setelah tiba di Pulau Tidung Kecil, kami menjelajahi pulau untuk menemukan spot pantai yang bagus. Namun, karena tidak menemukan spot yang sesuai, kami berhenti di tepi pantai yang terdapat beberapa ayunan jaring untuk bermain-main, kemudian menyebrang agak ke tengah pantai untuk mengeksplor pantai tersebut. Dan (lagi-lagi) agak terganggu dengan banyaknya sampah plastik yang mengotori pantai. Di pantai tersebut, kami menemukan bulu babi sehingga harus hati-hati dalam melangkah agar tidak menginjak makhluk laut tersebut. Puas bermain basah-basahan di pantai tersebut, kami memutuskan untuk kembali ke penginapan melalui jalur Barat Pulau Tidung Kecil. Ternyata pantai di bagian wilayah ini lebih bersih dan banyak tanaman bakau sepanjang pantai.
Meski Pulau Tidung tidak dihuni, namun, tetap saja ada sampah yang menumpuk di sudut pulau. Kebanyakan sampah berupa batok kelapa ataupun bungkus bekas makanan. Menurut saya, sampah yang menumpuk tersebut sebagian besar berasal dari pengunjung yang tidak mengindahkan papan peringatan larangan membuang sampah. Karena, ketika melewati lokasi tersebut, saya mengamati ada beberapa pengunjung yang seenaknya membuang sampah bekas botol minuman ke tempat tersebut.