Lihat ke Halaman Asli

Sri Nurhayati

Digital Marketer I Content Writer

Pemanfaatan Drone dan IoT untuk Pertanian Presisi Menghadapi Perubahan Iklim

Diperbarui: 3 Februari 2022   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto petani mencangkul. Sumber foto: Freepick oleh Jcomp)

Efek perubahan iklim saat ini telah dirasakan oleh banyak negara. Di Indonesia, perubahan iklim mengakibatkan anomali cuaca yang cukup esktrim, mulai dari hujan yang terusmenerus sampai kenaikan suhu udara di beberapa wilayah. Dampak dari perubahan iklim ini tentu memengaruhi berbagai sektor. Bidang pertanian adalah salah satu sektor yang paling terkena dampaknya. Seperti yang dialami petani di Kalimatan Timur yang mengaku sawahnya terendam banjir akibat hujan yang terus mengguyur. Hal ini mengakibatkan kegagalan panen dan kerugian yang cukup besar. 

Selain banjir dan kekeringan, ada dampak lain yang ditimbulkan perubahan cuaca untuk sektor pertanian. Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OTP) akan meluas dan merusak lahan petani. Hama adalah makhluk hidup yang siklus hidupnya juga dipengaruhi oleh iklim; temperatur dan kelembapan udara relatif. Contohnya, pada musim kemarau serangga dan hama kecil akan berkembang biak dan menyerang tanaman karena tidak ada terpaan air hujan. Disisi lain, ketika ada percikan air yang berlebih disertai angin di musim hujan, bakteri juga akan menempel pada tanaman. Sebagai contoh bakteri keresek yang mengakibatkan gagal panen bawang merah. 

Petani pastinya menggunakan pestisida untuk mengusir hama. Disisi lain, penggunaan pestisida yang berlebih tentunya tidak baik bagi kesehatan tubuh dan tanaman. Bahkan, apabila pestisida atau obat kimia terlalu banyak digunakan akan menimbulkan resistensi antibiotik. 

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo terus mendorong pertanian berkelanjutan (precision agriculture) dengan memanfaatkan teknologi untuk menghadapi perubahan iklim. Profesor Riset Kementerian Pertanian Fadjry Djufry juga menawarkan smart farming inovatif yang berbasis teknologi budidaya adaptif untuk mengatasi perubahan iklim. Lalu, teknologi apa yang dapat digunakan untuk menunjang program smart farming ini?

Drone dan sensor 

Penggunaan drone dan sensor untuk pertanian berkelanjutan sudah banyak diimplementasikan oleh negara berkembang, seperti Jepang. Petani dapat menggunakan drone untuk pemetaan lahan dan penyemprotan kebun secara masif. Dalam pemetaaan tanah, drone membantu petani dalam menganalisis kondisi kesuburan tanah dan titik air untuk dibuat saluran irigasi. 

Drone yang dilengkapi dengan sensor dapat membaca titik hama di setiap tanaman. Oleh karena itu, penggunaan pestisida dapat terkendali dan tidak menyebabkan resistensi antibiotik bagi hama. Disamping itu, kesehatan petani dapat lebih terjaga akibat paparan bahan kimia. 

(Foto Aviro D16 Drone dengan gimbal nozzle oleh Avirtech untuk pengendalian hama di perkebunan sawit. Sumber foto: avirtech.co)

Internet of Things (IoT)

Digitalisasi 4.0 akan terus berkembang. Semua sektor tak terkecuali pertanian harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Pada masa depan, semua data akan berbasis digital dan terhubung dengan internet. Pemanfaatan IoT dan software akan sangat membantu petani dalam menghadapi situasi perubahan iklim yang tidak menentu. Petani dapat memantau dan mengontrol lahan mereka dari jarak jauh. Bahkan, mereka dapat melacak pertumbuhan tanaman, mendeteksi kebakaran lahan atau banjir dari handphone atau komputer. Dampak perubahan iklim seperti suhu dan curah hujan juga dapat dideteksi. Hal ini memungkinkan petani untuk mengambil tindakan dan pencegahan dini guna menghindari gagal panen akibat perubahan iklim. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline