Lihat ke Halaman Asli

Nur Azizah

Mahasiswa

Ketika kenyamanan menjadi penghambat mimpi

Diperbarui: 29 September 2025   19:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Ffasindoproperty.co.id%2Fsaat-merasa-kurang-nyaman-dengan-lingkungan-tempat-tinggal-berikut-cara-meng

Bukankah menyenangkan tinggal di lingkungan yang terlihat damai, penuh canda, dan selalu ada yang mengingatkan? Itulah suasana yang sering dianggap ideal, terutama oleh seorang anak. Namun, pernahkah terpikir bahwa kenyamanan seperti itu justru bisa menjadi jebakan halus yang menghambat langkah seseorang dalam meraih masa depan yang lebih cerah?

Di banyak keluarga atau kampung, suasana rukun dan hangat sering dianggap sebagai modal utama menuju kebahagiaan hidup. Namun di balik harmoni tersebut, sering tersembunyi cerita yang jarang diungkap: anak-anak muda yang memiliki cita-cita tinggi dan semangat belajar, justru harus berhadapan dengan komentar atau tekanan yang melemahkan.

“Untuk apa kuliah tinggi-tinggi? Ujung-ujungnya perempuan ke dapur juga.” ujar ibu ibu komplek

Kalimat seperti ini mungkin terdengar biasa, tapi bagi seorang anak yang sedang bertahan memperjuangkan mimpi, itu bisa menjadi cambuk yang mematahkan semangat. Bahkan, tidak sedikit yang kemudian dianggap tidak tahu diri atau tidak realistis hanya karena tetap ingin melanjutkan pendidikan, meski ekonomi keluarga terbatas.

Dalam peribahasa, kita mengenal istilah "air tenang menghanyutkan." Lingkungan yang terlihat damai ternyata bisa menyimpan arus deras yang perlahan-lahan menyeret mimpi. Kadang, orang terdekatlah—keluarga atau tetangga—yang menjadi "api kecil" yang memadamkan semangat sebelum sempat menyala lebih besar.

Padahal ini bukan hanya soal kuliah atau pekerjaan. Ini soal bagaimana lingkungan memberi ruang bagi anak-anak muda untuk memilih dan membangun mimpinya dengan perjuangannya sendiri. Menyuruh anak langsung bekerja demi membantu ekonomi keluarga tanpa memberikan pilihan, bisa menghilangkan kesempatan emas untuk mereka berkembang.

Mirisnya, beberapa orang dewasa lupa bahwa dunia sudah berubah. Pendidikan dan keterampilan kini menjadi syarat utama dalam dunia kerja. Sekadar ijazah SMA sudah tak cukup. Justru, ketika anak mau mengasah keterampilan dan membuka wawasan lewat kuliah, itu menjadi modal penting untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Bukankah saat ini banyak peluang beasiswa dan bantuan pendidikan? Dan bukankah keberanian untuk bertahan pada mimpi di tengah keterbatasan adalah bentuk keteguhan pendirian yang sesungguhnya?

Kita tidak bisa memilih di mana kita lahir, tapi kita bisa memilih untuk bertumbuh. Sudah saatnya lingkungan menjadi tempat yang memberdayakan mimpi, bukan malah membungkamnya. Anak muda butuh dukungan, bukan penilaian yang merendahkan.

jadi Memberi pilihan adalah bentuk kasih sayang yang sejati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline