Lihat ke Halaman Asli

Nur Seta Bramadi

Book writer and former English teacher in LPIA Jakarta and Bekasi (2008-2018)

(Esai Pendek) Budaya Film dan Musik "Musuh" Budaya Baca?

Diperbarui: 30 April 2024   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: okezone.com

Oke, sesekali saya coba menulis esai pendek. Mengapa ada tambahan kata 'pendek'? Sekedar mawas diri bahwa saya bukanlah pakar yang bisa menulis secara mendalam, panjang, dan sarat referensi. 

Entak mengapa, sepertinya budaya membaca buku di masyarakat kita --disadari atau tidak-- sering "dibenturkan" dengan budaya menonton film atau mendengarkan musik, baik secara offline maupun online. Terkesan seorang yang suka menonton film atau mendengarkan musik "pasti" tak suka membaca buku. Apa benar demikian?

Tak bisa dipungkiri bahwa film memang lebih menarik, mengingat sifatnya audio-visual. Begitu pula dengan musik yang bisa meredakan stres kita. Buku? Agaknya cenderung dianggap sebagai sesuatu yang "berat" dan melelahkan. Buku pun dianggap kurang menarik karena tak ada suara dan gambar (kecuali komik). Memang ada audio-book, tapi kita tahu harganya cenderung mahal karena ongkos produksinya juga tinggi. 

Dengan berbagai fakta itu, salahkah bila orang cenderung lebih suka film dan musik? Seseorang yang kutu buku, apakah "pasti" tak suka menonton film atau mendengarkan musik? Begitu lebarkah jurang pemisah antara budaya baca dengan film dan musik? Sepertinya tidak perlu begitu. Kita tahu, hobi tak bisa dipaksakan. Berpura-pura suka baca buku (mungkin agar terkesan "intelek") justru akan menyiksa diri sendiri dan bersifat hipokrit. 

Di era digital ini, kehadiran e-book tak bisa dihindari (apalagi dimusuhi). Baik e-book maupun paper-book masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan e-book adalah kemudahan akses dan harga lebih murah (bahkan mungkin gratis), satu hal yang justru jadi kekurangan paper-book. Penerbit buku kertas tak mungkin menekan harga jual karena faktanya harga kertas, tinta, biaya cetak, dan ongkos produksi lain naik terus. Inikah akhir dari paper-book? Entahlah. 

Oke, karena ini esai pendek maka harus segera saya akhiri. Intinya, bisa saja seorang penonton film, pecinta musik, gamer, content creator, dan profesi online lainnya adalah juga pembaca buku. Begitu pula sebaliknya. Tak usah dibandingkan porsi waktu terbanyak mana yang kita habiskan pada masing-masing aktivitas itu. Lebih baik menjalani hidup secara wajar dari pada berpura-pura jadi orang lain. Membaca buku, menonton film, mendengarkan musik, dan aktivitas online lain idealnya memang saling melengkapi, bukan saling "bermusuhan". 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline