Lihat ke Halaman Asli

Rokhmah Nurhayati Suryaningsih

TERVERIFIKASI

Keep learning and never give up

Kenapa Kehadiran Buah Lokal Masih sebagai Pelengkap Penderita?

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1422844131342765171

[caption id="attachment_366898" align="aligncenter" width="524" caption="Ilustrasi Buah-buahan lokal(doc:republika.co.id)"][/caption]

Merebaknya isu tentang apel impor yang mengandung bakteri Listeria Monositogen pada apel Granny Smith dan Gala membuat saya tidak kecewa. Apa pasal?, karena anak saya tidak begitu suka dengan apel sejak dia masih kecil. Kalau dikasih dia tetap mau makan. Tapi apel bukan merupakan buah yang dia sukai ketika kami tinggal di Amerika. Dia malahan lebih suka buah jeruk, mangga, semangka, strawberry, plum, honeydew (melon hijau), nenas, nangka (kalengan), pisang, grapefruit (sejenis jeruk bali), anggur, dan alpokat. Jadi kami akhirnya jarang membeli apel. Hanya kadang-kadang saja kalau saya lagi kepingin.

Padahal yang namanya apel itu harganya relatif murah, dibanding buah mangga dan buah-buahan lainnya. Hal ini karena harga mangga dijual per satuan, sedangkan apel dihitung per pound (satuan berat yang dipakai di AS lb). Bahkan seringnya sudah dibungkus dalam 1 bungkus plastik besar 5 lb yang harganya sekitar $1.99. Jadi benar-benar murah harganya. Apalagi kalau musim apel tiba, kami sering ikutan pergi ke kebun apel untuk ikutan apple picking, karena disana kami bisa makan apel sepuasnya di kebun.

Tapi seberapa kami sanggup makannya? Paling 1 - 2 apel saja sudah kenyang. Sisanya kalau kami masih mau bawa pulang tinggal ditimbang dan baru kami bayar seberapa banyak apel yang mau dibeli. dua-duanya dapat, refreshing dan belanja apel nya juga dapat.

Kini setelah pulang ke Indonesia bisa dipastikan kalau kami jarang membeli apel. Mending saya beli buah lokal saja yang murah dan bervariasi. Saya justru sengaja membeli buah bergantian jenisnya, agar anak saya bisa mengenal dan membedakan berbagai jenis buah-buahan yang ada. Bisa dibayangkan variasi buah lokal yang ada, seperti: belimbing, jeruk dengan berbagai varianya, pisang, pepaya, salak, jambu biji dan berbagai jenis jambu lainnya, semangka, melon (hijau dan kuning), mangga, strawberry, nangka, duku, alpokat, manggis, rambutan, kedondong, nanas, manggis, kesemek, dan bengkoang. Hanya durian yang sampai sekarang dia belum bisa beradaptasi, karena baunya yang terlalu kuat. Saya pikir hanya butuh waktu saja, karena kurang terbiasa makan.

Itulah berbagai jenis buah yang sudah saya coba kenalkan ke anak saya. Untungnya anak saya suka, bahkan sangat suka semua jenis buah tersebut. Jadi dengan banyaknya jenis buah-buahan lokal yang kita miliki, saya tidak merasa perlu untuk membeli apel impor. Belum lagi harganya mahal. Makanya saya tidak terlalu pusing dengan buah-buahan impor, termasuk di dalamnya keberadaan apel Granny Smith dan Gala di supermarket.

Kenapa saya lebih mengenalkan buah-buahan lokal dibanding buah impor ke anak saya? Pertama, agar anak saya bisa membedakan berbagai jenis buah dengan rasa yang specifik untuk masing-masing jenis buah, sehingga bisa melatih kepekaan lidah. Kedua adalah karena harganya lebih murah. Disini ada unsur money wise. Kenapa saya mesti mengeluarkan dana yang lebih (banyak), kalau saya bisa mendapatkan buah-buahan yang lebih murah dan beraneka macam jenisnya.

Sebenarnya potensi buah-buahan Indonesia (lokal) itu sangat besar. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki plasma nuftah buah-buahan yang paling beragam. Konon di hutan-hutan tropis yang ada di Sumatera, Kalimantan dan Papua masih tersimpan cadangan plasma nuftah buah-buahan yang belum dibudidayakan, sehingga disebutnya sebagai “buah liar”. Dan buah-buahan yang belum dibudayakan tersebut tampak eksotik dan sangat langka. Hal itu tentu memiliki prospek pengembangan yang baik, mengingat permintaan buah seperti itu akan meningkat terus. Ada kecenderungan yang langka itulah biasanya yang diburu bahkan dibeli dengan harga mahal

Sudah selayaknya berbagai potensi perbuahan tersebut dikelola secara bersinergi untuk menyelamatkan keberadaan buah lokal. Tidak perlu muluk-muluk target yang perlu dicapai, tapi paling tidak bisa menguasai minimal pangsa dalam negeri. Untuk target ekspor boleh saja ditetapkan, namun yang lebih utama adalah  menguasai pasar lokal lebih dahulu. Dengan demikian ada tekad dan upaya buah lokal bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Hal  ini akan memberi dampak yang sangat besar, jika kebanyakan dari kita lebih memilih buah lokal. Manfaatnya antara lain adalah membaiknya perekonomian petani buah, berkembangnya agribisnis buah, penghematan devisa, dan sebagainya.

Sayangnya belum ada upaya yang serius untuk mencapai kesana. Saya tidak tahu kenapa sampai bisa begitu.  Adakah ini terjadi karena salah urus dalam menangani masalah perbuahan?

Hal ini terasa menyedihkan kalau kita memperhatikan keberadaan buah local di berbagai pasar buah di Indonesia. Ternyata buah-buahan yang dijajakan di kios-kios pinggir jalan sampai yang dipajang di super market mewah, kebanyakan didominasi oleh buah impor. Akibatnya buah lokal nyari tidak berkutik dan sulit bersaing. Bahkan mungkin kehadiran buah local hanya berperan sebagai pelengkap penderita.

Padahal kita mempunyai Kementerian Pertanian yang dilengkapi Direktorat Jenderal Hortikultura, bahkan disertai Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Selain itu masih ada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) dan Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro). Disamping itu, kita juga mempunyai Fakultas Pertanian di berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN dan PTS), yang diisi oleh para akademisi dan peneliti yang bergelar magister, doktor, dan bahkan sampai Professor. Tapi kenapa hasilnya belum nampak?

Inilah salah satu PR besar lagi bagi pemerintahan Jokowi – JK, cq Kementrian Pertanian agar bisa mengangkat buah local menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Bukan sebagai pelengkap penderita seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Semoga berhasil, aamien.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline