Lihat ke Halaman Asli

Skandal Busuk Seorang Aparat Menodai Wajah Hukum (Lanjutan)

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bidikan Utama Majalah TIRO edisi bulan Oktober 2011 bertajuk:

Skandal Busuk untuk Menghancurkan Tokoh Pluralisme Anand Krishna

Sejatinya terdiri dari 4 ulasan panjang, silakan baca lengkapnya di http://www.freeanandkrishna.com/in/tiro/

Terimakasih dan silakan disebarluaskan. Salam Keadilan

Kejanggalan-kejanggalan Hari Sasangka yang Diambil Langsung dari Transkrip Persidangan.

Aneh bin ajaib, salah satu saksi yang telah diperbolehkan untuk mengikuti jalannya persidangan yang tertutup ialah Shinta Kencana Kheng mengacungkan jari dan meminta ijin untuk mengungkapkan bahwa dirinya pernah diganti namanya oleh terdakwa Anand Krishna dan diberikan baju oleh terdakwa dan Shinta Kencana Kheng membawanya.

Atas hal tersebut, salah satu penasihat hukum terdakwa interupsi kepada ketua majelis hakim dan menanyakan dalam kapasitas apa Shinta Kencana Kheng berbicara di muka persidangan dan meminta agar dipahami bahwa persidangan juga mempunyai tata aturan.

Ketua majelis hakim langsung menanggapi ucapan dari penasihat hukum terdakwa tersebut dengan mengatakan bahwa kelemahan dalam KUHAP adalah 1 (satu), KUHAP mengatur lengkap tentang pemeriksaan saksi secara lengkap, tetapi tentang pemeriksaan terdakwa, KUHAP tidak mengatur.

Lebih parah lagi, ketua majelis hakim mengatakan bahwa sulit untuk menjadi guru spiritual. Karena harus diperhitungkan hal-hal sekecil apapun. Bahwa atas perkataan ketua majelis hakim tersebut. terdakwa mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menempatkan dirinya sebagai Guru dan bahkan membantah untuk disebut Guru.

Ketua majelis hakim mengatakan bahwa terdakwa adalah orang yang mempunyai kualitas internasional. Atas pernyataan ketua majelis hakim tersebut, terdakwa “maaf, tapi tidak sebagai guru.” Penasihat hukum melalui majelis hakim meminta JPU Martha Berliana Tobing, SH, menunjukkan kalung berwarna coklat yang dijadikan barang bukti, kemudian terdakwa  mengatakan bahwa “kalung itu tidak benar dan tidak pernah muncul di Polisi.” Penasihat hukum menanyakan bagaimana kalung tersebut bisa terdapat di persidangan namun penuntut umum tidak mau menanggapinya, majelis hakim menyatakan kepada penasihat hukum bahwa nanti dalam nota pembelaan dan meminta untuk mengesampingkan barang bukti yang diajukan penuntut umum.

Secara tegas penasihat hukum menyampaikan bahwa dalam suatu peradilan hal-hal seperti itu menjadi serius, karena hukum acara ini dibuat untuk menegakan sehingga dapat mendapatkan kebenaran materil apabila hukum acara tidak dilakukan sebagaimana mestinya maka tidak mungkin kita mencapai kebenaran materil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline