Lihat ke Halaman Asli

Rilla Amanda

Actively Job Seeker

Simulasi Meninggal

Diperbarui: 23 Juni 2022   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kai sebagai Lee Shi Kyung berbaring di dalam peti mati. (Tangkapan layar/KbsDrama)

Pernah tidak kamu mencoba tidur dibawah ranjang kayu, bagian kolongnya itu? Atau masuk ke dalam peti kayu? Atau bahkan peti mati?
Belum mati, kalau kamu masih membaca tulisan ini, kamu belum mati.

Berawal dari keasyikan menonton drama dan menggilai EXO, saya menonton salah satu drama yang dibintangi Kai, berjudul Andante. Drama ini tayang pada 2017, tapi saya baru menonton di 2020.

Sederhana saja, Andante adalah drama anak sekolahan pada umumnya. Seperti school drama lain yang tayang pada tahun itu, Andante juga drama anak sekolahan yang fun. Andante tidak kalah menarik dan menyentuh secara cerita dan plot. Bukan hanya karena saya suka Kai (Kim Jongin) sebagai member EXO, tapi aktingnya disini juga mendukung.

"Drama sekolahan itu, bercerita kisah cinta anak remaja mulu?"

 Itu pasti. Tapi, kisah pendalaman dalam menghargai kehidupan justru lebih menyentuh disini. Berlatar disekitar sekolah - rumah sakit - rumah, para tokoh belajar banyak bagaimana caranya menghargai kehidupan (bayangkan ketika kamu melihat orang-orang yang sedang sakit atau kritis).

Andante tidak sesuram itu sebenarnya. Justru sangat fun. Tapi ada satu yang paling menarik perhatian saya dari 16 episodenya, yaitu episode di mana salah satu praktik wajib di awal tahun ajaran mereka, semua siswa harus mengikuti praktik yang menurut saya tidak pernah kepikiran sebelumnya; disuruh tidur, lebih ke berbaring--di dalam peti mati.

Mentok-mentok, kita yang siswa muslim praktik agamanya sampai memandikan jenazah hingga mengafani saja, itupun juga sering digantikan menggunakan boneka berbentuk manusia.

Masuk langsung ke dalam peti mati? Pikirku, rasanya mungkin seperti saat kita bersembunyi di dalam lemari saat lagi main petak umpet. Tapi, dalam keadaan tenang namun gelap, dalam beberapa menit saja, para aktor menampilkan bagaimana sesaknya rasanya di dalam situ. Bayangkan seseorang yang sudah pergi, atau bayangkan jika kita yang pergi. Rasanya maut benar-benar dekat. Dan kamu menangis.

Saya mengulang-ngulang adegan itu. Pesannya begitu menyentuh saya. Mengingat sering kali betapa mudahnya saya untuk bicara menyerah pada dunia, ingin mengakhiri segalanya, dan segala hal buruk lainnya tentang hidup--tapi nyatanya, menghadapi kematian justru paling menegangkan. Benarkah saya sudah siap?

Di dalam sana (peti mati) juga mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa di dunia ini, jika hendak mau sombong. Bayangkan, sebesar apapun rumah kamu semasa hidup, ujung-ujungnya kita semua sama, setelah nyawa pergi dari jasad, tubuh ini hanya butuh tempat kecil seukuran badan.

Beberapa waktu ini, saya teringat akan kisah di drama itu, dan mencoba praktik simulasi meninggal itu. Tapi saya tidak punya peti. Saya memilih tidur dibawah ranjang kayu. Kebetulan bagian bawah (kolong) ranjang kayu di kosan cukup untuk saya masuki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline