Lihat ke Halaman Asli

Novaly Rushans

Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Kakek Orang Penting di Kampung #2

Diperbarui: 4 Juni 2023   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika kanak kanak, Ibuku selalu memberikan kepercayaan diri yang menurutku menarik. Ibuku adalah seorang Wanita yang tegas , lugas dan kadang tak perlu ewuh pakewuh. Tipikal Wanita asal Sumatera yang berani.

Suaranya lantang, bila tak setuju Ibuku akan berani menolak. Bagi yang sudah kenal dekat maka hal itu mudah dimaklumi. Namun bagi orang yang baru mengenal tentu akan terkaget kaget. Soal bentak menbentak jangan ditanya. Soal memarahi orang bagi Ibuku hal yang sederhana. Selama menurut ibuku benar maka sikapnya tanpa tedeng aling aling.

Sejak kecil Ibuku menanamkan kepadaku bahwa aku bukan anak sembarangan, keturunan dari orang  penting. Ibuku selalu bilang bahwa kakekku adalah orang penting di kampung. Pikiran kanak kanakku saat itu hanya berpikir bangga. Bersyukur aku tumbuh tidak menjadi anak yang sombong, tapi bukan anak yang minder dan rendah diri.

Aku tahu Ibuku hanya memberikan semangat agar anak anaknya tidak menjadi lemah apalagi Ketika aku kecil tumbuh diwilayah padat di Kemayoran Jakarta Pusat. Wilayah yang keras, persaingan , gesekan terasa sekali. (aku akan berkisah khusus untuk tempat aku tumbuh)

Kisah tentang kakekku ini adalah hal yang menurutku menarik. Kakek dari jalur Ibuku. Kakek dan nenek dari jalur ayahku telah wafat Ketika aku lahir. Jadi kisah dari keduanya aku dapatkan dari cerita ayahku.

Kakekku adalah seorang laki laki gempal dengan rambut yang sangat tipis. Tubuhnya tidak tinggi sekira 155 cm. Berkacamata dan memiliki ketegasan yang juga keras. Aku jadi tahu darimana Ibuku punya sikap tegas dan keras. Kakekku seorang Polisi dengan jabatan komandan sektor (Dansek) kalau saat ini setara dengan Kapolsek.

Jabatan yang tentu tinggi di kampungku yang terpencil di pesisir barat Lampung. Kakekku bertugas di sebuah kantor kepolisian yang saat itu terlihat mentereng karena  bangunan permanen. Ditambah dengan seragam coklat khas kepolisian dengan pistol tergantung dipinggangnya. Kakekku juga memiliki anak buah yang setia bila disuruh suruh.

Maka akupun paham betapa bangganya Ibuku pada ayahnya yang memiliki jabatan Kapolsek. Apalagi secara materi kakek memilki rumah yang luas , aku masih ingat halaman dibelakang rumah kakekku masih ada kebun yang luas sekali. Bila pulang kampung , aku menjadikan kebun itu sebagai tempat bermain. Ada banyak jenis tanaman tapi yang mampu aku ingat hanya pohom jambu air, Jambu biji, dan pohon kelapa, karena ditiga jenis pohon inilah aku belajar memanjat walau hanya menjadi bahan tertawaan saudara saudaraku yang tinggal di lampung .

Aku memanggil kakekku dengan sebutan Datuk. Sebuah panggilan khas untuk menghormati beliau. Datuk memiliki kebiasaan untuk berkeliling melihat kebun dan tanah tanahnya. Datuk memiliki beberapa bidang tanah yang ia berikan kepada anak dan cucu cucunya. Termasuk aku yang mendapat sebidang tanah.

Datuk juga memiliki sebuah warung sembako di depan rumahnya. Nenek yang menjaganya. Warungnya cukup lengkap namun satuhal yang masih aku ingat setelah pensiun dari dinas kepolisian Datuk dan Nenek lebih rajin lagi membuka warungnya dan bila hari pekon , hari pasar yang bergiliran di setiap tempat. Maka , Datuk dan Nenek akan membawa barang dagangannya untuk dijual di pasar pekon.

Aku pernah sekali diajak berjualan di pasar pekon,suasananya sangat ramai. Dari segala penjuru kampung datang untuk berbelanja.  Selain berbelanja  ada juga oknum yang suka mengutil di pasar pekon. Entah karena kebutuhan atau apa, pengutil biasanya mengincar barang yang mudah dibawa dan berharga. Maka sebungkus rokok menjadi incaran utama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline