Lihat ke Halaman Asli

Panji Saputra

Makelar Kopi

Perang Ruang dan Kehendak Sang Turis

Diperbarui: 29 Februari 2020   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun lalu, pada sebuah warung yang menjajakan berbagai macam gorengan dan makanan lainnya, juga minuman hangat maupun dingin seperti kopi dan sejenisnya. Pinggir jalan pantai Malalayang dua. Kopi, pisang goring, plus pemandangan indah pulau Bunaken dibagian Selatan.

Hari itu adalah hari keberuntungan saya, dan dua sahabat saya---menikmati itu semua tanpa harus keluar ongkos satu persen pun.

Di balik itu semua (menikmati pisang goreng, kopi, dan suguhan keagungan pulau Bunaken di bagian teluk selatan pantai malalayang dua tanpa keluar ongkos)  ada sederetan peristiwa yang intens dari generasi ke-generasi yang membentuk sebuah jaringan perlawanan yang tarawat.

Saya dan dua sahabat saya adalah generasi ke-lima (smogah saya tak keliru) yang terpaksa ikut mengobjektifikasikan diri dalam dunia perjuangan. Biar, sebagai manusia kita riil.

Sebab, bagi sih jenggot lebat Marx, manusia sebagai mahluk objektif.

Maksudnya ialah bahwa manusia selalu sudih menemukan dirinya dalam dunia. dalam alam, maka manusia baru nyata apabila mengobjektifikasikan diri dalam dunia.

Bu Mei, sapaan akrap kami, adalah seketaris Asosiasi Masyarakat Pedagang Wisata Kuliner Pantai Malalayang Dua, yang selalu dibayang-bayangi penggusuran oleh kebijakan pemerintah kota dengan dalih tata ruang. Biar kondusif dan terhindar dari kemacetan kota yang berkepanjangan dan menarik perhatian para turis.

Pada satu sisi, selain kota yang terkenal dengan penduduknya yang heterogen, kota ini juga digadang-gadangkan sebagai kota yang akan memanjahkan sang turis/ kota Ekowisata dunia.

Tentunya, sebagai Ekowisata dunia, menjadi tidak terelahkan untuk menolak apa yang menjadi keinginan dari sang turis tersebut. Dan itu menjadi koensekuensi globalisasi manusia.

Bauman (1998) melihat globalisasi dari segi "Perang Ruang". dalam pandangannya, "mobilitas menjadi faktor penstratifikasi yang paling kuat dan paling diharapkan" di dunia sekarang ini (Bauman, 1998:9).

Jadi, pemenang dari "Perang Ruang" ini adalah mereka yang mobile: mampu untuk bergerak secara bebas keseluruh dunia dan dalam proses untuk menciptakan makna untuk diri mereka sendiri. Mereka dapat mengembangkan relatif bebas di atas ruang, dan ketika mereka harus "mendarat" di suatu tempat, mereka mengisolasi diri mereka dalam ruang yang tertutup dan terjaga di mana mereka aman dari gangguan orang-orang kalah dalam peperangan ruang tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline