Mohon tunggu...
Panji Saputra
Panji Saputra Mohon Tunggu... Freelancer - Makelar Kopi

Sunyi bukan berarti mati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perang Ruang dan Kehendak Sang Turis

29 Februari 2020   15:26 Diperbarui: 29 Februari 2020   21:29 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun lalu, pada sebuah warung yang menjajakan berbagai macam gorengan dan makanan lainnya, juga minuman hangat maupun dingin seperti kopi dan sejenisnya. Pinggir jalan pantai Malalayang dua. Kopi, pisang goring, plus pemandangan indah pulau Bunaken dibagian Selatan.

Hari itu adalah hari keberuntungan saya, dan dua sahabat saya---menikmati itu semua tanpa harus keluar ongkos satu persen pun.

Di balik itu semua (menikmati pisang goreng, kopi, dan suguhan keagungan pulau Bunaken di bagian teluk selatan pantai malalayang dua tanpa keluar ongkos)  ada sederetan peristiwa yang intens dari generasi ke-generasi yang membentuk sebuah jaringan perlawanan yang tarawat.

Saya dan dua sahabat saya adalah generasi ke-lima (smogah saya tak keliru) yang terpaksa ikut mengobjektifikasikan diri dalam dunia perjuangan. Biar, sebagai manusia kita riil.

Sebab, bagi sih jenggot lebat Marx, manusia sebagai mahluk objektif.

Maksudnya ialah bahwa manusia selalu sudih menemukan dirinya dalam dunia. dalam alam, maka manusia baru nyata apabila mengobjektifikasikan diri dalam dunia.

Bu Mei, sapaan akrap kami, adalah seketaris Asosiasi Masyarakat Pedagang Wisata Kuliner Pantai Malalayang Dua, yang selalu dibayang-bayangi penggusuran oleh kebijakan pemerintah kota dengan dalih tata ruang. Biar kondusif dan terhindar dari kemacetan kota yang berkepanjangan dan menarik perhatian para turis.

Pada satu sisi, selain kota yang terkenal dengan penduduknya yang heterogen, kota ini juga digadang-gadangkan sebagai kota yang akan memanjahkan sang turis/ kota Ekowisata dunia.

Tentunya, sebagai Ekowisata dunia, menjadi tidak terelahkan untuk menolak apa yang menjadi keinginan dari sang turis tersebut. Dan itu menjadi koensekuensi globalisasi manusia.

Bauman (1998) melihat globalisasi dari segi "Perang Ruang". dalam pandangannya, "mobilitas menjadi faktor penstratifikasi yang paling kuat dan paling diharapkan" di dunia sekarang ini (Bauman, 1998:9).

Jadi, pemenang dari "Perang Ruang" ini adalah mereka yang mobile: mampu untuk bergerak secara bebas keseluruh dunia dan dalam proses untuk menciptakan makna untuk diri mereka sendiri. Mereka dapat mengembangkan relatif bebas di atas ruang, dan ketika mereka harus "mendarat" di suatu tempat, mereka mengisolasi diri mereka dalam ruang yang tertutup dan terjaga di mana mereka aman dari gangguan orang-orang kalah dalam peperangan ruang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun