Lihat ke Halaman Asli

Yunita Kristanti Nur Indarsih

TERVERIFIKASI

Gratias - Best Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 - People Choice Kompasiana Awards 2022

4 Proses Penelusuran Informasi Korban Kekerasan Anak

Diperbarui: 29 Juli 2020   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi korban kekerasan anak (sumber: thinkstockphotos via kompas.com)

Kekerasan pada anak lagi-lagi terjadi. Keprihatinan pada pandemi, tidak cukup menyurutkan langkah pelaku kekerasan anak untuk berbuat keji pada anak yang seharusnya dilindungi. Kabar berita mengenai pandemi juga disisipi oleh kabar-kabar bernuansa ngeri ini.

Pandemi yang usainya masih belum dapat tertebak, dan episodenya masih belum berakhir ini, juga memberi kabar adanya peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terjadi di Jawa Timur, dan angkanya mencapai 700-an kasus. Berita ini dilansir dari Kompas.com (22/07/2020).

Sejenak terbayang pada beberapa kasus kekerasan pada anak di masa silam.

Ingatkah Anda pada kasus kekerasan anak yang terjadi di Denpasar, Bali atas diri anak bernama Engeline Megawe?

Kasus Robot Gedek beberapa belas tahun lalu mungkin masih terngiang di benak kita. Kejahatan seksual sodomi yang dilakukan sang pelaku pada anak-anak tersebut, mengganjarnya pada sebuah hukuman mati.

Anak sejatinya menjadi figur yang dilindungi oleh orang-orang dewasa di sekelilingnya.

Anak walaupun secara fisik maupun mental masih muda dan lemah, tidak berarti mereka bisa diperlakukan semena-mena. Bagaimanakah jika akhirnya hal keji itu menimpa anak-anak?

Kerusakan yang diakibatkan sangat hebat tentunya, bahkan sanggup mengubah bangunan karakter dan kepribadian mereka. Tentunya anak-anak memiliki respons yang belum matang saat menghadapi masalah atau krisis yang terjadi di dalam diri mereka.

Proses-proses identifikasi belum berkembang maksimal layaknya orang dewasa. Anak-anak kurang bisa atau bahkan belum bisa mengeluarkan uneg-uneg yang ada dalam diri mereka. Mereka cenderung masih mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perasaan mereka.

Pada anak-anak yang mengalami pengalaman krisis, atau trauma kekerasan pada dirinya, memberi tahu keadaan yang menimpanya bukanlah sesuatu hal yang mudah. Pelacakan informasi pada anak-anak penyintas kekerasan bukan hal yang gampang.

Emosi mereka, kosakata mereka, sistematika mereka dalam menceritakan pengalaman traumatis terkait runtutan peristiwa yang mereka alami menjadi sebuah kendala berarti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline