Lihat ke Halaman Asli

Nila sari

Mahasiswa Psikologi Universitas Jambi

Perempuan Berhak atas Tubuhnya Sendiri!

Diperbarui: 13 Juni 2025   21:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tubuhku adalah pilihanku (Sumber: Vektors/Iryna Vasylkiv)

Pernahkah kita benar-benar bertanya: siapa yang paling berhak atas tubuh perempuan?

Pertanyaan ini tampak sederhana, tapi jawabannya tidak sesederhana itu. Dalam realitas sosial dan budaya kita, tubuh perempuan kerap kali menjadi ruang yang dikontrol, diawasi, bahkan diputuskan oleh orang lain seperti suami, orang tua, dokter, petugas KB, bahkan negara. Padahal, perempuan adalah manusia utuh yang memiliki hak dan kebebasan penuh atas tubuhnya sendiri.

Dalam salah satu materi edukasi kesehatan reproduksi, dijelaskan bahwa perempuan kerap menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia karena hak atas tubuhnya sering kali tidak diakui secara utuh. Organ reproduksi perempuan, sebagai simbol biologis, terlalu sering menjadi fokus kontrol dari luar: apakah dia akan menikah, kapan dia akan punya anak, bahkan boleh tidaknya menggunakan kontrasepsi.

Apa Itu Otonomi Tubuh?

Otonomi tubuh adalah hak setiap individu untuk membuat keputusan terhadap tubuhnya sendiri tanpa paksaan, tekanan, atau intervensi dari pihak luar. Ini termasuk hak untuk menolak hubungan seksual, memilih metode kontrasepsi, memutuskan untuk hamil atau tidak, hingga hak untuk menjalani atau menolak prosedur medis tertentu.

Sayangnya, banyak perempuan masih belum memiliki ruang untuk menjalankan otonomi tubuh ini. Di banyak budaya patriarkal, perempuan dibesarkan untuk menyerahkan keputusan tentang tubuh mereka kepada otoritas luar baik keluarga, pasangan, agama, bahkan negara.

Mengapa Otonomi Tubuh Penting?

  1. Melindungi Hak Asasi Manusia: Hak atas tubuh adalah bagian dari hak asasi manusia yang fundamental. Tanpa otonomi tubuh, hak-hak lain seperti pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi sosial pun terancam.
  2. Mendukung Kesehatan Mental dan Fisik: Perempuan yang diberdayakan untuk membuat keputusan tentang tubuhnya sendiri cenderung memiliki kesehatan mental dan fisik yang lebih baik, karena mereka merasa memiliki kendali atas hidup mereka.
  3. Mengurangi Kekerasan Seksual dan Reproduksi: Banyak kasus pernikahan dini, pemaksaan kehamilan, hingga pemaksaan sterilisasi terjadi karena tidak adanya pengakuan terhadap otonomi tubuh perempuan.

Kapan Perempuan Kehilangan Kuasa atas Tubuhnya?

Dalam konteks Indonesia, ada beberapa momen yang memperlihatkan minimnya otonomi tubuh perempuan:

  1. Pernikahan dini yang diputuskan oleh orang tua atas dasar ekonomi atau norma sosial.
  2. Pemaksaan kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana tanpa edukasi dan persetujuan menyeluruh dari perempuan itu sendiri.
  3. Stigma terhadap perempuan yang menolak punya anak atau memilih untuk tidak menikah.
  4. Pelarangan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi seperti aborsi aman, padahal banyak yang melakukannya demi menyelamatkan nyawa mereka sendiri.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

  1. Edukasi Seksual Komprehensif: Memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang menyeluruh dan berbasis hak bagi anak muda, tanpa bias moral atau tabu.
  2. Mendukung Perempuan dalam Pengambilan Keputusan: Baik sebagai teman, keluarga, tenaga medis, atau pasangan, kita harus mendukung perempuan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan tubuh mereka.
  3. Mengubah Narasi Budaya dan Media: Kita perlu lebih sering mendengar narasi dari perempuan tentang tubuh mereka, pilihan mereka, dan suara mereka sendiri. Media bisa menjadi alat perubahan besar jika berpihak pada otonomi perempuan.
  4. Advokasi Kebijakan: Dorong kebijakan yang menghormati hak tubuh perempuan, termasuk akses layanan kesehatan reproduksi yang adil dan tidak diskriminatif.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline