Lihat ke Halaman Asli

Ruwatan Massal Digelar Pada Acara Hari Wayang Dunia IX di Pendopo ISI Surakarta

Diperbarui: 4 November 2023   18:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruwatan Massal Pada Acara Hari Wayang Dunia IX di Pendopo ISI Surakarta

Ruwatan adalah salah satu ritual penyucian yang masih dijalankan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali. Ruwatan, dalam bahasa Jawa, memiliki arti "dilepas" atau "dibebaskan". Oleh karena itu, Ruwatan merupakan upacara yang bertujuan membebaskan seseorang yang diruwat dari hukuman atau kutukan dewa yang membawa bahaya.

Asal-usul Ruwatan ini berasal dari cerita pewayangan. Kisah yang menceritakan seorang tokoh Batara Guru yang istimewa memiliki dua orang istri, yang bernama Pademi dan Selir. Dari Pademi, Batara Guru memiliki seorang anak laki-laki bernama Wisnu, sedangkan dari Selir, ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Batarakala. Ketika Batarakala dewasa, ia menjadi sosok yang jahat dan kerap mengganggu anak-anak manusia untuk dimakannya. Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.

Konon, sifat jahat Batarakala ini disebabkan oleh hawa nafsu sang ayah, Batara Guru, yang tidak terkendali.

Orang yang dipercaya sebagai 'juru ruwat' pada acara ini adalah Empu dalang Ki Dr. Bambang Suwarno, S.Kar., M.Hum., dari Sangkrah, Pasar Kliwon, Surakarta. Sang maestro ini dikenal sebagai dalang profesional, kreator wayang, praktisi, dan narasumber yang mumpuni di bidang seni pedalangan. Empu Dalang ini akan menggelar pertunjukan wayang lakon Murwakala sekaligus memimpin ritual ruwatan.

Rangkaian acara ruwatan massal dilakukan pada tanggal 1 Nopember 2023 jam 09.00 Wib hingga selesai, bertempat di Pendopo Ageng KGPH Joyokusumo ISI Surakarta. Ruwatan massal diikuti masyarakat umum dari berbagai wilayah.

Masyarakat Jawa memandang bahwa signifikansi ruwatan sebagai tradisi pembebasan diri dari mara bahaya; mala dan sukerta yang senantiasa menyelimuti dan mengancam setiap insan manusia. Oleh karenannya, mala dapat saja diartikan sebagai bencana, chaos, tintrim, sengsara, celaka; adapun sukerta dimaknai sebagai kotor, beraura negatif. Mala dan sukerta ini dapat mengencam dan menjelma dalam berbagai varian, seperti kegoncangan psikologi, tidak beruntung, sial, minder, kurang percaya diri, maupun gangguan lainnya.

Kondisi jagat raya dalam genggaman konflik, peperangan, terorisme, perilaku brutal, dan aura negatif lainnya sebagai perwujudan mala dan sukerta. Ruwatan menjadi spirit dan tata laku batiniah manusia untuk keluar dari cengkeraman mala dan sukerta, sehingga dapat tercipta harmoni manusia maupun jagat raya.

Pergelaran wayang ruwatan lakon Murwakala dari Ki Bambang Suwarno dapat dijadikan sebagai bahan renungan bagi siapa saja yang tertarik untuk menyaksikannya. Dalam Murwakala, pembebasan bagi orang sukerta direpresentasikan ketika dalang Kandhabuwana alias Bathara Wisnu  berhasil membebaskan mereka dari keganasan Bathara Kala.

Sebagai ekspresi budaya tradisional, ruwatan massal digelar untuk wahana membangkitkan kebanggaan bersama terhadap warisan budaya bangsa. Tradisi ruwatan massal juga dapat memberikan kontribusi dan manfaat secara spiritual bagi siapa saja yang mau mengikutinya. Ruwatan massal menjadi ruang terbuka bagi kita untuk memberikan makna positifnya dan dapat menggugah daya kreasi dan inovasi untuk kekaryaan seni.

Ruwatan Massal Pada Acara Hari Wayang Dunia IX di Pendopo ISI Surakarta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline