Lihat ke Halaman Asli

Natasya Rida Syafitri

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya

Seruan HAM dan Demokrasi oleh Generasi Z di Thailand

Diperbarui: 6 September 2022   09:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: Gemunu Amarasinghe/Associated Press

"Kalian adalah masa depan, generasi berpendidikan terbaik, yang paling terbuka, dan yang paling tidak cepat berprasangka, masa depan adalah milik kalian." --Joe Biden kepada Generasi Z

Dunia menyadari bahwa masa di mana Generasi Z atau Gen Z yang memegang peran penting dalam dunia politik akhirnya telah tiba. 

Timbul pertanyaan mengenai siapakah Gen Z ini sebenarnya? Gen Z lahir di antara tahun 1995 hingga 2010, generasi muda ini setidaknya mendominasi sepertiga dari total populasi dunia (Brown, 2020). Gen Z lahir di tengah perkembangan teknologi yang tergolong maju dan tumbuh beriringan dengan perkembangan tersebut. 

Generasi ini terkenal lebih kompeten serta mampu menyaring hal-hal negatif yang dihasilkan oleh teknologi. Mereka menyandang gelar digital native, memiliki karakteristik yang ambisius (suka mencari informasi), serba instan, berjiwa bebas (tak mudah dikekang otoritarianisme), positif (optimis dan percaya diri), serta berpikiran kritis sehingga tidak serta merta menelan sebuah informasi secara bulat-bulat.

Saat ini para aktor demokrasi begitu mempertimbangkan kekuatan yang dipegang oleh Gen Z. Diketahui bahwa Gen Z merupakan generasi yang bersikap pasif-agresif terhadap politik. Mereka sering membicarakan politik, namun selalu mencoba untuk menjaga jarak paling jauh dari instrumen di dalamnya, yaitu partai dan lembaga politik. 

Mereka merasa bahwa segala instrumen dalam politik sangat dekat dengan berbagai norma negatif. Partai politik dipandang sebagai tempat berkembang biaknya korupsi, lembaga politik yang sarat dengan konspirasi, dan cara aktor politik dalam melakukan pendekatan dengan pemilih sudah ketinggalan zaman dan memberikan efek jemu. 

Secara khusus, Gen Z terlihat begitu progresif terhadap Hak Asasi Manusia. Dari latar belakang inilah muncul sebuah rumusan masalah tentang bagaimana pergerakan demokrasi dan HAM dijadikan sebagai tolak ukur bagi Gen Z di Thailand dalam melihat apakah penguasa serta negara benar-benar berpihak pada rakyat atau tidak.

Dalam menganalisis permasalahan ini, penulis menggunakan teori Demokrasi Klasik. Pada teori yang disampaikan oleh John Locke, Montesquie, dan lain-lain ini dipaparkan bahwa demokrasi merupakan bentuk dari kehendak rakyat untuk kebaikan bersama dan publik. 

Pemerintahan konstitusional dituntut untuk memberikan batasan serta membagi yuridiksi mayoritas, sekaligus mampu memberikan proteksi atas kebebasan individu. Locke menyatakan bahwa negara tercipta karena suatu perjanjian kemasyarakatan antar rakyat. 

Demokrasi bertujuan untuk melindungi hak asasi dan kebebasan dari ancaman-ancaman yang berbahaya. Namun pada akhirnya, rakyat tidak dapat menyampaikan semua aspirasi mereka kepada negara karena adanya pembatasan kekuasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline