Lihat ke Halaman Asli

Kedok Kepalsuan Politisi

Diperbarui: 6 Februari 2019   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Yang paling banyak berjanji, dialah yang paling berpeluang besar untuk menghianati? Mengapa selalu berjanji untuk mendulang perolehan suara? Janji itu penghibur di tengah miskinnya kinerja. Karena yang bisa dijual hanya tinggal  janji saja.

Janji siapakah yang selalu ditepati? Hanya Allah yang selalu menepati janji-Nya. Bukankah Allah berjanji akan mengangkat orang bertakwa untuk menjadi pemimpin? Sibukan saja dengan takwa, kepemimpinan otomatis bisa diraih. Tak perlu mengubar janji.

Kepalsuan itu sangat jelas walaupun ditutupi dan diselimuti ujaran janji dan program yang melangit. Kepalsuan itu sangat terlihat dari aura wajah, ekspresi dan cara berbicara. Yang bisa membongkar kepalsuan adalah mereka yang jernih hatinya.

Imam Ibnu Taimiyah berkata bahwa tak seorangpun bisa menyimpan rahasia, karena Allah akan menampakkannya pada rona wajahnya dan pada kekhilafan lidahnya. Penyair berkata bahwa jangan pernah bertanya tentang prilaku seseorang karena pada wajahnya terdapat saksi berita dirinya.

Seorang pemilih yang ikhlas tak perlu mendengarkan janji sang politisi dan calon presiden, dia bisa membaca kepalsuan dari ekspresi wajahnya. Seorang pemilih yang ikhlas tak perlu melihat wajah politisi, untaian bicaranya sudah terlihat kualitas dan kepalsuan para politisi dan keriuhan calon pemimpin daerah dan negara.

Seorang ulama hadist Al Hakim an Naisaburi sudah bisa memfirasati kepalsuan sebuah hadist dari kesaksian hatinya dari untaian hadist yang diperdengarkan kepadanya. Hati yang jernih memiliki kewaspadaan walau bukti otentik belum disajikan. Begitulah sangat terbukanya kepalsuan para politisi dan calon pemimpin di hadapan pemilik hati yang jernih.

Seorang ulama yang bernama Abdul Wahab Azzam berkata, "Walaupun ucapan mengandung kebenaran dan dusta, namun hati terdapat rahasia yang tersembunyi. Di mata terdapat dalil akan hakikatnya, di wajah terdapat saksi, tidak perlu dengan sumpah."

Beberapa hari ke depan kejernihan hati dan ketajaman firasat rakyat Indonesia diuji, masihkah memilih para pemilik kepalsuan untuk memimpin negri?  Masihkah memilih para pembual? Masihkah memilih para pengibar janji? Marilah melihat aura wajah para politisi dan sorotan matanya, walau dipoles dengan tebalnya kepalsuan assesoris dan kejanggihan pemotretan. Semua kepalsuan tak bisa ditutupi di hadapan hati yang terkoneksi dengan Allah.

Bila kepalsuan masih tertutupi tandanya hawa nafsu masih menguasai.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline