Lihat ke Halaman Asli

Nara Ahirullah

TERVERIFIKASI

@ Surabaya - Jawa Timur

Mendeteksi Pemalsuan Produk melalui Pengelolaan Sampah

Diperbarui: 13 Januari 2022   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polda Banten saat pers rilis pengungkapan kasus pemalsuan produk shampoo, sabun, dll. awal Januari 2022. (Sumber foto kompas.com/Rasyid Ridho)

Sistem pengelolaan sampah yang benar sesuai regulasi pada dasarnya sangat serbaguna. Tidak hanya efektif untuk menyelamatkan lingkungan dari masalah sampah, tapi bisa menyelamatkan banyak pihak dari masalah. Termasuk masalah pemalsuan produk oleh pihak lain yang tidak berhak.

Akhir tahun 2021 lalu Kepolisian Daerah (Polda) Banten mendapat tangkapan besar. Sebuah pabrik yang memproduksi kosmetik palsu digerebek polisi pada Jumat, 31 Desember 2021. Pabrik itu berlokasi di Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, Banten.

Dari hasil penggerebekan polisi mengetahui pabrik itu memalsukan produk shampoo, sabun, dan minyak rambut. Terungkap juga bahwa pabrik itu sudah beroperasi dan mengedarkan produk-produk palsu selama tiga tahun terakhir. Produk palsu itu tak hanya dijual di wilayah Banten, tapi meluas hingga Lampung dan Palembang.

Penggerebekan itu berawal dari ditemukannya shampoo palsu merek Sunsilk di salah satu warung di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, tiga hari sebelum dilakukan penggerebekan.

Dari hasil penggerebekan, polisi mendapatkan ratusan produk palsu menggunakan merek terkenal terutama dari PT Unilever. Yaitu, Pantene, Clear, Sunsilk, Dove, Head and Shoulder serta Gatsby.

Dari hasil penjualan produk palsu itu, pelaku mengaku mendapatkan keuntungan Rp 200 juta per bulan. Bisa dibayangkan betapa banyaknya keuntungan produsen aslinya setiap bulannya. 

Kelola Sampah Cegah Pemalsuan Produk

Pengelolaan sampah yang benar sesuai regulasi bisa digunakan untuk mendeteksi produk palsu. Sehingga kejadian pemalsuan dari produk-produk seperti yang terjadi di Banten bisa dicegah sejak awal. Sebab, di dalam pengelolaan sampah seluruh potensi sampah sudah diketahui sejak sebelum sampah itu menjadi sampah. 

Dengan mengetahui jumlah sisa produk atau sampah sebelum produk itu diedarkan, maka produsen akan dengan sangat mudah mendeteksi pemalsuan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi salah satu konsentrasi konsep polluters pay principal. Yaitu, supaya produsen memasukkan semua siklus produknya hingga menjadi sampah ke dalam sistem produksi dan distribusi, bahkan jika perlu hingga promosinya.

Konsep tersebut mestinya juga menjadi dasar dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) Pasal 15. Isi pasal tersebut:

Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline