Lihat ke Halaman Asli

Andesna Nanda

TERVERIFIKASI

You Are What You Read

Pemimpin yang Baik Versus Optimisme Palsu

Diperbarui: 30 Juli 2021   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Butuh (toxic) positivity | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 

"Tidak apa-apa, wajar kamu masih belajar."

"Berusaha lagi ya, masih ada waktu."

"Yes, kamu pasti bisa achieve target!"

"Sudah kita usaha lagi bulan depan."

Pernahkah kamu sebagai pemimpin mengucapkan kalimat-kalimat di atas ketika tim kamu tidak berhasil mencapai target atau gagal memenuhi tenggat waktu yang sudah disepakati?

Kalau kamu selalu mengucapkan kalimat-kalimat di atas ketika kondisi tim kamu gagal mencapai target maka ada kemungkinan kamu terjebak suatu kondisi yang dikenal sebagai false optimism atau optimisme palsu alias toxic positivity.

Tapi wajar bukan sebagai pemimpin memberikan semangat yang positif kepada anggota tim? Sangat wajar dan memang itu adalah salah satu tugas pemimpin.

Namun menjadi suatu permasalahan ketika kita sebagai pemimpin terlalu sering memaklumi suatu kegagalan dari daftar tugas yang sudah kita tetapkan bersama dengan anggota tim.

Apalagi dalam masa-masa yang pandemi seperti saat ini banyak pemimpin yang "dituntut" untuk memberikan rasa positif kepada anggota tim.

Saya tidak mengatakan bahwa hal ini salah atau benar. Sudut pandang saya lebih pada sisi apakah hal ini tepat atau tidak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline