Lihat ke Halaman Asli

Realisasi PLTU Batu Bara Bengkulu, Demi Kepentingan Masyarakat atau Pihak Lain?

Diperbarui: 13 Oktober 2019   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Limbah B3 - Bengkulu Today

Rizky Septiansyah Akbar, Nanda Azizah, Bayu Prayuda - Universitas Bengkulu

Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf hidup adalah pemenuhan pasokan listrik. Kebutuhan listrik perkapita mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dan kemajuan suatu bangsa. Apabila tingkat konsumsi listrik masih rendah, apalagi tanpa mengkonsumsi listrik, dapat dikatakan masyarakat tersebut masih hidup dalam era tradisional. Dengan modernisasinya masyarakat, permintaan energi bertambah dengan cepat. Sayangnya, produksi energi tidak dapat mencukupi permintaan.

Upaya pemenuhan kebutuhan listrik tersebut terus dilakukan khususnya di Bengkulu untuk mendorong kemajuan daerah dan roda perekonomian. Provinsi Bengkulu membutuhkan pembangkit listrik yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri. Untuk itu, pada tahun 2016 Bengkulu membuka investasi pembangkit listrik dan pada tahun yang sama mendapat proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB).

Namun, bukan sambutan baik yang didapat pemerintah malah kecaman bertubi-tubi melayang pada pembangunan PLTU batu bara yang berlokasi di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Masyarakat setempat terus melakukan aksi penolakan terhadap proyek ini.

Banyak sekali polemik dalam pembangunan PLTU batu bara ini, beberapa diantaranya:

1. Penolakan warga terhadap pembangunan PLTU yang dampaknya bisa merusak ekosistem, mencemari lingkungan dan  mengganggu mata pencaharian masyarakat.

Limbah B3 - Bengkulu Today

2. Dugaan pemalsuan persetujuan warga yang disebutkan bahwa 92% masyarakat Teluk Sepang mendukung PLTU batu bara dan 8% ragu-ragu, padahal berdasarkan fakta lapangan, ada 492 tanda tangan warga yang menolak dan surat penolakan serta lembar  tanda tangan tersebut dikirim ke Gubernur Bengkulu dan ditembuskan ke Presiden Republik Indonesia.

pltu2-5da1c41d0d823048dd3bf172.jpg

Aksi warga menolak PLTU batu bara - Bengkulu Express

3. Dugaan pelanggaran peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), posisi proyek PLTU batu bara Teluk Sepang berada di daerah rawan gempa bumi dan tsunami. Dan berdasarkan peta kerawanan bencana yang dimasukkan dalam dokumen RTRW provinsi tidak direkomendasikan investasi besar-besaran di zona merah gempa bumi dan tsunami.

BNPB

4. Tuntutan ganti rugi para petani kepada PT TLB atas penggusuran lahan mereka untuk memenuhi kebutuhan lahan proyek.

Ditemukannya tindakan maladministrasi penerbitan izin PLTU Teluk Sepang oleh Ombudsman.


Tujuan pemerintah untuk menambah tenaga listrik bagi masyarakat adalah hal yang baik, namun langkah tersebut masih menjadi tanda tanya. Jika memang pembangunan ini demi kebutuhan masyarakat, mengapa mereka lebih memilih pembangkit listrik tenaga uap batu bara yang justru berdampak buruk bagi lingkungan? Apakah pemerintah mendengarkan keluhan yang dialami dan disampaikan oleh masyarakat? Akhirnya proyek tetap berlangsung walaupun ditemukannya pelanggaran dan mendapat banyak penolakan. Lantas jika tolakan warga tak menyadarkan mereka, sungguh pembangunan ini bukan untuk kebutuhan masyarakat, melainkan kepentingan pihak tertentu yang beralibi demi Bengkulu.

Sungguh disayangkan jika PLTU batu bara terus berdiri tegap di tanah Bengkulu. Penggunaan energi terbarukan ramah lingkungan sebagai alternatif lain yang dapat dilakukan, seperti angin, matahari dan air. Ketiga energi ini lebih ramah dan murah dibanding batu bara. Semoga pemerintah Bengkulu terus mengkaji mengenai dampak yang akan ditimbulkan ke depan dan bertindak tegas dalam memilih mana yang baik bagi masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline