Lihat ke Halaman Asli

Nailil Farikhah

Guru SD di SD Islam Maarif Sukorejo

Ramadan adalah Bulan Disiplin

Diperbarui: 16 April 2024   23:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Nailil F.

Bulan Ramadan telah berlalu, telah pergi meninggalkan kita di tahun ini. Menunggu kedatangannya lagi di tahun selanjutnya adalah sebuah misteri. Ramadan tidak selalu dinikmati oleh manusia beriman di tahun berikutnya. Memang sudah keniscayaan bahwa manusia tidak hidup abadi di dunia, dan waktu yang dinikmatinya dengan Ramadan bukan rahasia telah ditentukan waktunya oleh Sang Khalik. 

Betapa masih terngiang di telinga kita, suara ayat-ayat Al Quran yang yang dilantunkan di surau-surau terdekat pada pagi, sore hingga malam hari. Masih kemarin, kita sahur dan buka bersama keluarga di meja makan di waktu dini hari dan maghrib. 

Setelah capai memasak, tidak menyurutkan langkah kaki kita untuk melaksanakan solat berjamaah isya' dan tarawih di masjid dan surau terdekat. Sepuluh hari terakhir Ramadan juga tidak menjadi alasan kita malas beribadah, semangat itu sangat menggebu tumbuh di hati untuk dapat meraih malam lailatul qadar. Terharu rasanya mengingat semangat itu, suasana itu baru beberapa hari yang lalu. 

Sumber: Nailil F.

Ketika satu Syawal datang, tidak terdengar lagi suara lantunan ayat Al Quran di surau-surau terdekat. Ibadah sholat berjamaah di masjid dan surau tidak lagi bershaf-shaf. Makan dan minum tidak teratur datang kembali, keceriaan di meja makan keluarga sudah tinggal cerita. Jam delapan malam, suasana sepi tanpa terlihat orang lalu lalang melaksanakan ibadah ke masjid dan surau. 

Sungguh sedih hati ini, karena beberapa hari yang lalu suasana Ramadan yang penuh dengan kedisiplinan itu kita nikmati, bulan Syawal datang menggantikan kenangan akan Ramadan dengan canda tawa silaturahim bersama keluarga besar. Tidak salah bulan Syawal, karena di bulan ini kita juga menikmati sodaqoh besar-besaran, pengeluaran uang begitu lancar semuanya untuk menyenangkan sanak saudara karena hari Raya telah tiba. 

Pamanku dulu selalu menangis sambil meratap apabila terdengar takbir di malam terakhir bulan Ramadhan. "Oh Ramadan.... oh Ramadan, betapa sedih hatiku engkau tinggalkan.... Oh Ramadan semoga kita bertemu kembali di tahun depan". Mendengar ratapan pamanku ini, aku merasa pamanku tidak masuk akal, karena di bulan Ramadan orang harus bersusah-susah puasa, tidak makan mulai subuh hingga maghrib. Si kecil aku, sangat suka bila Ramadan selesai dan sangat suka dengan hari Raya Idul Fitri. 

Aku mengutarakan isi hatiku ini pada pamanku. Pamanku menjawab tentang keutamaan bulan Ramadan yang sering aku dengarkan, sehingga aku terlihat biasa-biasa saja, tak menunjukkan ekspresi luar biasa setelah mendengar tentang keutamaan bulan Ramadan ini. Pamankupun menjawab "Kelak kau dewasa... kau akan mengerti tentang perasaan pamanmu ini".

Kini, aku merasakan apa yang pamanku ucapkan dulu. Aku merasakan Ramadan adalah bulan emas, berlian, batu mulia yang tiada duanya dibanding ke dua belas bulan lainnya. Aku merasakan spirit Ramadan tidak akan ditemukan di bulan-bulan yang lain. Kerugian orang beriman yang berpisah dengan bulan mulia ini sungguh aku merasakannya di masa dewasa ini. 

Keuntungan bertemu kembali dengan bulan mulia ini di sebuah tahun yang belum ditakdirkan diri kita untuk pulang ke rahmatullah adalah keuntungan besar yang tiada bandingan. Oh Ya Allah... Ya Tuhanku yang Maha Mengatur aku berpasrah umurku padaMu... Aku memohon umur yang telah Engkau tetapkan ini hiasilah dengan kekuatan iman islam di hati kami, sehingga di hari kiamat sughro kami, kami termasuk golongan manusia-manusia beriman. Amin ya rabbal alamin.

Sumber: Nailil F.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline