Lihat ke Halaman Asli

Review "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas"

Diperbarui: 30 Oktober 2020   18:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan : Perkenalkan nama saya Nadiatul Fadilah salah seorang mahasiwi di UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta dengan prodi Sosiologi semester 3 ingin mereview salah satu buku keryanya  Neng Darra Affiah yang merupakan seorang penulis, pengajar peneliti, serta aktivis yang memiliki banyak karya. Salah satu buku yang akan saya review kali ini  ialah berjudul "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas".  Buku yang berjumlah 199 halaman ini diterbitkan oleh penerbit obor pada tahun 2017, dimana dalam pembahasannya dibagi menjadi 3 topik utama, yaitu Islam dan Kepeminpinan perempuan, Islam dan Seksualitas Perempuan, serta Perempuan, Islam dan Negara.


Isi Resensi  : Pada bab 1 disini dijelaskan mengenai "Islam dan Kepemimpinan Perempua", dimana dalam bait I menjelaskan mengenai sejarah pemuliaan perempuan dalam sudut pandang agama islam pada zaman Nabi Muhammad Saw, dimana perempuan seperti khadizah, aisyah dan Fatimah yang sangat dimuliakan da dihormati oleh Nabi hal ini merupakan sebuah cikal bakan perubahan citra perempuan yang dahulunya di anggap sebagai aib keluarga pada masanya. Bait ke-II memaparkan mengenai kepemimpinan perempuan yang diperdebatkan dalam beberapa hadist dan ayat Al-Quran yang dijadikan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan. Adapun bait ke III menjelaskan kiat-kiat membentuk pemimpin perempuan islam dengan menghilangkan ego dan nilai-nilai patriarki, salah satu diantaranya dengan menanakan pola pendidikan watak kepemimpinan perempuan atau laki-laki sebaiknya tidak dibeda-bedakan diberikan kebebasan untuk memilih dan memperoleh akses, tidak mengekang perempuan dengan mengatasnamakan "perlindungan", dan melatih perempuan untuk merasakan jatuh bangun agar ia bisa memunculkan pendewasaan hidupdan otonomi diri.
Dalam buku ini pun menjelaskan mengenai kepemimpinan perempuan dan otonomi diri yang memaparkan kendala kepemimpinan perempuan yang salah satu diantaranya ialah memanipulasi ayat (alquran) yang dijadikan tameng untuk kepentingan ego penafsirnya. Terdapat pula kepemimpinan perempuan andai mengawati jadi presiden. Dalam hal ini memaparkan perjuangan perempuan dalam memperoleh hak nya sebgai pemipin seperti Corazon Aquiono Filipina, dan Aung San Suu Kyi di Miyamar. Terdapat kepemimpinan perempuan dan kualitas diri  yang menjelaskan tiga persoalan mengapa isu gender dalam kepemimpinan nasional mencuat kepermukaan, pertama karena adanya kekecewaan terhadap kualitas diri dan keraguan pada visi, kedua penentang didasarkan pada pijakan teologis ayat demi ayat yang dijadikan tameng untuk kepentingan ego, ketiga karena adanya budaya perempuan yang seringkali disetreotipekan dengan manusia lemah sehingga menimbulkan kekhawatiran menciptakan negara yang lemah.  Terdapat pula politik, etika dan perempuan sebuah pertanyaan memaparkan mengenai profesi perpolitikan dimana kotor dan bersihnya tergantung pada politikus mencampur adukan kepntingan bangsa dan kepentingan peribadi atau tidaknya. Adapun membahas mengenai otonomi daerah dan perempuan,dalam buku ini menggambarkan peran perempuan dalam otonomi daerah masihlah kurang. Hal ini dikarenakan potensi dan kreativitas perempuan, terlebih lagi di daerah-daerah Indonesia belum sepenuhya diberdayakan. Berbagai ruang musyawarah masyarakat seperti masjid, balai desa, balai kecamatan, balai perkumpulan pemuda, gedung dewan perwakilan rakyat daerah, dan berbagai arena publik lainnya hampir sepenuhnya diisi oleh laki-laki.


Pada bab 2 terdapat "Islam Dan Seksualitas Perempuan" yang membahas mengenai perkawinan dalam prespektif agama-agama yang mecangkup agama Islam, Kristen dan Yahudi. Perkawinan dalam agama memiliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu: Pertama, untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian diantara dua orang anak manusia; laki-laki dan perempuan pada suatu ikrar atau janji suci atas nama Tuhan. Akan tetapi dalam penafsirannya, agama cenderung menempatkan perempuan pada ranah domestik dimana perempuan di terkonstruk agar perannya hanya sebatas menjadi ibu dan istri sehingga perempuan tidak memiliki kebebasan. Kedua, perkawinan berfungsi untuk melahirkan keturunan agar bisa mewariskan ajaran agama. Dalam fungsi ini, perempuan seolah-olah dijadikan alat penghasil keturunan. Sehingga perempuan tidak memiliki kuasa atas tubuhnya sendiri karna tuntutan ini, bahkan agamapun membenarkan tuntutan ini. Lebih malangnya lagi, perempuan yang tidak bisa menghasilkan keturunan akan dicemooh, dihina, dan dicaci maki apabila tidak bisa memiliki keturunan. Ketiga, perkawinan berfungsi untuk menghindari praktik zina. Dalam agama hukuman yang diberian kepada pasangan berzina adalah hukuman berat, akan tetapi jika berbicara mengenai sanksi sosial perempuanlah yang menanggung lebih berat, karena secara fisik terdapat "jejak" hubungan seksual seperti pecahnya keperawanan.
Selain ketiga hal di atas, ada banyak hal yang mendiskriminasi perempuan dalam pernikahan diantaranya seperti perkawinan yang cenderung memposisikan perempuan sebagai objek, perkawinan dianggap sah hanya jika ada wali bagi perempuan yang mana wali tersebut berasal dari garis keturunan ayah, perempuan hanya memilii hak meminta cerai, tidak berhak untuk menceraikan, sehingga banyak perempuan yang status perkawinannya tidak jelas hanya karna menunggu talak dari suaminya.
Dalam perkawinan, untuk memilih pasangan hidup dianjurkan memilih yang segama. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana pandangan agama dalam hal perkawinan beda agama? Pada dasarnya,baik itu agama Islam, Yahudi, maupun Kristen tidak memperbolehkan adanya pernikahan antar agama. Hal ini dikarenakan nantinya akan menyulitkan pasangan untuk mendidik dan mengajarkan ajaran agama pada keturunannya. Dalam agama Katolik diberikan dispensasi selama orang yang bersangkutan ini membuat janji tertulis untuk tetap menganut agamanya dan mengajarkan anak-anaknya pendidikan agama Katolik. Dalam Islam pernikahan antar agama diperbolehkan tetapi hanya jika laki-laki Islam kawin dengan perempuan non Islam. Namun jika sebaliknya maka tidak diperbolehkan, karena perempuan dianggap mudah di pengaruhi dan mudah goyah.
Adapun pada bab 3 membahas mengenai "Perkawinan Poligami di Dunia Islam dan di Indonesia". Jika membahas perkawinan dalam agama Islam, banyak masyarakat yang menjuruskannya pada poligami.  Akan tetapi stigma buruk masyarakat mengenai poligami lebih sering diberikan kepada perempuan. Seperti contohnya istri pertama yang tidak mampu melayani kebutuhan suami sehingga suami kawin lagi, atau istri kedua dianggap sebagai perempuan penggoda. Tidak banyak pihak yang menyalahkan atau memberikan stigma negatif kepada suami. Para pria yang pro-poligami sering berdalih bahwa praktik poligami merupakan ibadah dan mengikuti jejak Nabi, padahal masih banyak perilaku Nabi yang bisa ditiru selain praktik poligami. Didalam bab  ini terdapat bahasan mengenai jilbab dan seputar aurat perempuan, Nabi Muhammad sangat menjunjung bentuk kesetaraan yang diterapkan dalam masyarakat Islam. Bahkan pada masa Nabi Muhammad dan keempat Khalifah, perempuan keluar rumahuntuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas politik, ekonomis, intelektual dan keagamaan tanpa harus menyelubungi dirinya merupakan hal yang lazim. Bahkan perempuan diwajibkan mengakses ilmu pengetahuan, dan kewajiban yang sama diberlakukan bagi laki-laki. Perintah untuk menutup aurat turun ketika pada saat itu timbul fitnah yang terjadi antara Aisyah istri Nabi dengan Shafwan bin AL-Mua'thal as-Salmi, salah seorang sahabat Nabi. Di Indonesia, pada era Soeharto, penggunaan jilbab itu sendiri sempat dilarang karena dianggap sebagai sebuah tekanan sosial atau ancaman. Namun, pada saat ini jilbab bahkan hampir menjadi pakaian lazim perempuan muslim Indonesia dari berbagai lapisan kelas sosial dalam masyarakat.

Adapula bab 3 yang membahas mengenai "Perempuan Islam dan Negara", dalam bab ini menjelaskan mengenai bagaimana Islam memandang Feminis, seperti apa gerakan perempuan dalam pembaruan pemikiran Islam di Indonesia, bagaimana peran pria dalam perjuangan wanita, bagaimana Islam memandang virginitas, dan yang terakhir adalah bagaimana perspektif agama mengenai inses.

Keunggulan buku : keunggulan buku ini ialah selain topiknya yang sangat menarik untuk dibahas juga menceritakan fakta- fakta yang terjadi dikehidupan nyata, seperti membahasa ketidak setaraan gender antara kaum perempuan dan laki-laki dimana kaum perempuan seringkali dianggap lemah, dan diangggap tidak mampu untuk menjadi seorang pemimpin maka dari itu  kesetaraan gender benar-benar harus diperjangkan dan buku ini juga bisa menjadi jembatan untuk mengubah pola pikir masyarakat yang melanggengkan budaya patriaki




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline