Lihat ke Halaman Asli

Tidak Ada Perubahan APBN 2018, Kabar Baik di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Diperbarui: 10 Juli 2018   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi apbn. sumber : tribunnews.com

Untuk pertama kali di masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo memutuskan tidak akan mengajukan Anggaran Pendapatan Belanja Negara -- Perubahan (APBN-P) di tahun 2018 kepada DPR. Pemerintah menilai defisit anggaran di akhir tahun akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya.

Dari sudut pandang ekonomi, tidak dirubahnya APBN memberikan sinyal bahwa perekonomian Indonesia tahun ini bergerak sesuai dengan rencana. Kabar yang cukup menggembirakan di tengah situasi ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Kenapa berubah? Sejak era reformasi, APBN diketok oleh DPR dua kali dalam setahun. Pertama, APBN diketok sebelum tahun berjalan, misalnya APBN 2017 disetujui oleh DPR di bulan Agustus 2016 setelah dibahas bersama dengan pemerintah. APBN itu merupakan rencana pendapatan dan belanja negara dengan memperkirakan situasi ekonomi yang mempengaruhi, baik nasional maupun global.

Namun begitu, kerap melesetnya rencana pendapatan negara (biasanya lebih kecil) dan belanja negara (biasanya lebih besar) saat tahun anggaran berjalan, membuat DPR dan pemerintah mengetuk palu untuk merubah APBN. Hal itu agar apa yang dilakukan pemerintah tidak bertentangan dengan UU APBN yang telah disahkan sebelumnya. UU APBN-P pun disahkan saat pertengahan tahun anggaran, yaitu bulan Juli. Itu lah penjelasan singkat dari APBN-P.

APBN-P yang terjadi sejak 2011-2014 misalnya, defisit APBN-P selalu lebih besar daripada defisit APBN. Pendapatan yang lebih sedikit (dari perkiraan APBN), sementara belanja negara yang lebih banyak (dari perkiraan APBN), menyebabkan pemerintah harus berutang untuk menambal defisit (utang), istilah itu akrab disebut "gali lubang tutup lubang".

Tidak berubahnya APBN di 2018 disebabkan karena kinerja APBN di semester I 2018 dianggap baik. Defisit APBN semester I 2018 sebesar Rp 110 triliun. Jumlah itu turun 36,8 persen dari defisit APBN di semester I 2017 yang mencapai Rp 175 triliun.

Defisit tahun 2018 pun diperkirakan hanya sebesar 2,12 persen (Rp 314, 2 triliun) dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari target APBN 2018, yaitu defisit 2,19 persen PDB (Rp 325,9 triliun).

Selain itu, pendapatan negara di semester I 2018 juga tumbuh 16 persen dibandingkan tahun 2017. Pun dengan penerimaan pajak yang tumbuh 14,3 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan penerimaan pajak semester I 2017 yang hanya sebesar 9,6 persen.

Belanja negara pun berhasil ditingkatkan 5,7 persen dibanding tahun 2017 yang hanya meningkat 3,2 persen. Hal itu perlu dilihat sebagai hal positif karena belanja ditujukan untuk pembiayaan program pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.

Kabar baiknya, walau terus meningkat, keseimbangan primer, yaitu penerimaan negara dikurangi belanja (di luar pembayaran bunga utang) dalam dua tahun terakhir positif atau surplus. Artinya, penerimaan negara lebih besar dibandingkan jumlah uang yang dibelanjakan.

Secara sederhana, tidak melesetnya perencanaan keuangan pemerintah di tahun 2018, dapat dilihat sebagai salah satu prestasi. Kita bisa memahami bahwa pemerintah sebenarnya sudah memperkirakan akan terjadi gejolak perekonomian global di 2018, yang kini ditandai dengan perang dagang AS-China, melonjakhnya harga minyak mentah dunia, hingga pelemahan beberapa mata uang di dunia terhadap dollar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline