Lihat ke Halaman Asli

Mustiana

Penulis

Pesona Bromo Menyentuh Rasa Menembus Sukma

Diperbarui: 31 Januari 2019   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Tinggal beberapa jam lagi waktu keberangkatan menuju pendakian Bromo melihat pesona sunrise yang dalam bayangan saja sudah cantik aduhai.
Namun mata saya belum terpejam padahal tabungan istirahat sungguh penting kala ini. Bukan tanpa alasan saya tidak bisa tertidur, apalagi kalau bukan betis berdenyut-denyut karena terlalu tak terbiasa aktivitas ekstra. Saya pikir koyo bisa meredam denyutannya, tapi apalah daya tak ampuh juga.

Namun karena terlampau keras merasakan denyutan sakitnya, saya pun tertidur pulas hanya 1 jam sebelum keberangkatan. Sekitar pukul 2 malam, pintu digedor maka saatnya untuk bersiap. Di luar dingin sudah menggigit saya memkai 3 lapis baju plus 2 lapis celana untuk menghalau segala dingin ini dan hati (eh).

Lalu tak lama kami disuruh naik jeep dengan cewe-cewe yang saya tak kenal. Kami duduk berdekatan namun apes di sebelah saya adalah abang pemandu tur yang membuat saya sedikit tidak nyaman.

Benar saja, sepanjang perjalanan saya yang tertidur beberapa kali membentur bahu si abang tanpa sadar. Entah bagaimana posisinya saya tak mau pikirkan karena terlalu malu.

Kalau tidak kepala saya membentur bahu abang, saya jatuh ke badan teman sebelah saya. Pokoknya itu kepala bergerak sesuai irama pengereman mobil jeep lah hahaha...

Namun belum juga separuh jalan tiba-tiba rombongan berhenti karena ada satu mobil jeep yang rusak. Entah kenapa satu mobil rusak semua ikut berhenti saling tolong menolong yang menyebabkan perjalanan molor sekitar 1 jam. Beberapa orang turun tapi saya yang sempat tempat turun memilih naik lagi karena debu dan dingin yang tak main-main. Seitar 12-14 derajat saat itu.

Yang saya perhatikan, memang rata-rata wisatawan harus menyewa jeep untuk naik ke Bromo karena medannya berat, jikapun mau naik motor trill. Dan di sekitar kabupaten ini ada terminal khusus pick up penumpang yang memang backpacker ke sini bukan opentrip. Mobil-mobil ini kebanyakan milik pribadi dan keluarga di daerah sini yang semua mobilnya tercatat keluar masuknya.

Ok lanjut tidur, hahaha.. maksudnya perjalanan. Sekitar 1 jam lumayan saya dibangunkan karena sudah sampai. Semua tampak gelap ditambah saya yang baru bangun tidur masih oleng. Maka perlu penyesuaian terlebih dahulu, suara teriakan penyewa sweater semakin menyadarkan saya kalau saya beneran sudah sampai.

Bergandengan tangan saya mulai menanjak yang baru beberapa ratus meter sudah disambut warung kopi hahaha... Saya pikir bakal jauh ternyata dekat saja spot sunrisenya. Kami minum kopi dan sarapan sejenak di sana dengan kondisi lampu mati hidup dari genset. Yang menjadi arena berebutan adalah perapian penghangat badan. hahaha.... siapa yang cepat dia yang dapat.

Saya sih, heran kenapa tidak ada listrik ya di sini sampai musti pake genset padahal ini tempat wisata besar dengan ratusan turis tiap harinya. Kami juga solat di sini berdesak-desakan dengan toilet yang minim sementara pengunjung semakin banyak.

Selepas subuh, kami langsung mencari spot paling bagus tapi susah sekali karena pengunjung terlalu banyak. Kondisi ini sama seperti waktu memburu sunrise di sikunir Dieng. Saya selalu mengutuki kondisi seperti ini karena membuat pemburuan foto sulit dan tidak syahdu untuk menikmati sang surya terbit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline