Lihat ke Halaman Asli

Muslifa Aseani

TERVERIFIKASI

Momblogger Lombok

Sahur on The Road, Seram atau Seru?

Diperbarui: 4 Juni 2018   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Di Lombok, sahur on the road umumnya dilakukan oleh laki-laki. Bukan apa-apa. Untuk para perempuan, yang belum menikah, akan sulit mendapat ijin keluar di jam makan sahur. Untuk para istri, -- disamping tidak semua kabupaten memiliki warung makanan atau restoran yang nyaman untuk keluarga, cenderung lebih sering memasak sendiri.

Pertimbangan lain, stereotype miring masih sering dilekatkan pada perempuan yang masih 'beredar' di pagi buta. Dua hal utama yang membuat sebagian besar perempuan -- tentunya pengecualian pada para perempuan yang justru menjadi penjual makanan, enggan lakukan sahur on the road.

Kalau Sahur On The Road nyambi ngemil ini sih, mak nyosss, lezatos. Dokpri

Di satu sisi, di banyak tempat, momen sahur on the road bahkan tidak mencerminkan sedikit pun aktifitas ibadah bulan puasa ini. Iya. Sahur bukan hanya tentang momen bersantap, persiapan demi kuat menahan lapar dan haus selama sekitar dua belas jam usai imsak. Sahur juga bentuk ketaatan pada Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Nabi Saw bersabda :

"Sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat keberkahan" (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkah makin berlimpah, karena shalawat terlimpah dari Allah SWT dan Malaikat-Nya. Yakin nolak shalawat sebegini banyak?

"Waktu sahur, makannya adalah berkah. Maka, janganlah kalian tinggalkan (sahur), walaupun hanya dengan seteguk air. Sesungguhnya, Allah dan Malaikat-Nya ber-shalawat kepada orang-orang yang sahur" (HR. Ahmad).

Memastikan pemahaman saya pribadi tentang apa itu sahur on the road, hasil dari mesin pencari terbesar justru sungguh miris. Yang muncul di halaman pertama hasil pencarian, terasa lebih seperti aksi para gank motor. Mungkin saya terkesan naif, tapi jika gambaran itu yang diperoleh dari aktifitas seru ini, saya lebih memilih untuk tak pernah sekali pun melakukannya.

Terakhir, saya dan suami juga menolak permintaan si sulung. Ia meminta ijin, ikut berkeliling kelompok pasukan pembangun sahur. Meski mungkin benar hanya memutari satu blok perumahan saja, yang jauh lebih menganggu adalah omelan dari keluarga besar. Mengapa bisa berikan ijin anak perempuan, ider sepagi itu, walau niat baiknya membangunkan orang-orang untuk sahur.

Jadi, jika disuruh memilih, saya sebagai perempuan dan ibu menolak aktifitas sahur on the road. Jika, sebagian besar momennya hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang merugikan kepentingan umum. Namun, jika tujuannya memberdayakan para pedagang yang khusus buka untuk para muslim yang suka sahur di luar rumah, tentu saya berada di barisan paling depan.

Susu jahe hangat, perfek buat Sahur on The Road. Dokpri

Bagaimana pun, keberadaan warung makan atau resto yang masih buka di jam-jam yang tidak normal, sungguh sangat membantu. Terutama bagi para pelintas, atau yang kebetulan yang berasal dari luar daerah, serta tidak mengetahui spot-spot makanyang khusus buka di 'jam malam'. Bagi saya yang beberapa kali masih menikmati perjalanan jauh di bis antar kota antar propinsi (akap), rasanya sungguh beruntung bisa istirahat, dapatkan sepiring nasi dan minuman hangat. Di pagi buta, apalah lagi jika itu demi melaksanakan ibadah sahur.

Wallahu'alam bissowab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline