Tak terasa sudah hari ke 25 saja saya ikutan Samber THR Kompasiana. Ini merupakan pengalaman pertama di mana tahun kemarin saya sempat bolong dan tidak melanjutkan sampai selesai karena beberapa sebab.
Ramadan ini rasanya ingin menghidupkan kembali semangat nulis, one day one article istilahnya. Terbukti, dari 25 hari penuh, belum ada satu pun puasa tulisan saya bolong. Saya mencoba memotivasi diri sendiri, biar sekali-kali meninggalkan jejak penuh 30 hari menulis tanpa henti.
Cara saya memotivasi ini terbilang unik, saya membuat self achievement atau janji tipis-tipis manakala saya berhasil menuntaskan 30 hari tanpa bolong.
Rencananya saya akan membeli sesuatu "barang" yang dulu saya idam-idamkan, bukan benda mahal sih tapi juga tidak murah. Loh bukankah saya belum tentu menang?
Tujuan awal saya ikut Samber THR Kompasiana sih bukan untuk sekadar menang, meski rada ngarep juga kalau misalnya menang, tapi yang jelas menulis 30 hari tanpa absen adalah prestasi tersendiri.
Apalagi di bulan Ramadan ini, kesibukanku lebih ekstra ketimbang Ramadan kemarin. Ada tugas kuliah bejibun (malu kalau nyebut tugas akhir), kerjaan, dan kadang tugas organisasi. Jika saya menyelesaikan misi ini, sungguh sebuah kebanggaan tersendiri.
Nah, selama mengikuti Samber THR Kompasiana ini, suka duka jelas ada, namun yang jelas adalah momen ini menciptakan siklus baru dalam hidup saya. Namanya siklus, sudah pasti gado-gado, ada seneng dan ada sedihnya.
1
Siklus baru ikut #SamberTHRKompasiana di tengah padatnya tugas, kerjaan, dan beban:
1. Jadi kerajinan baca artikel ringan@kompasiana pic.twitter.com/hpXa4AdUWA--- @musa hasyim (@hasyim_musa) May 8, 2021
Tidak dipungkiri, dengan mengikuti acara writing marathon semacam ini, saya jadi lebih rajin membuka dan membaca artikel-artikel ringan di berbagai situs.