Lihat ke Halaman Asli

Kebaya Tak Hanya Dikenakan, tapi Juga Diceritakan (2)

Diperbarui: 17 Oktober 2017   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setelah menemukan bentuknya, Kebaya yang semula hanya dikenakan oleh orang dalam Istana, perlahan namun pasti mulai keluar dari kandangnya. Tulisan ini adalah lanjutan tulisan kemarin 'Kebaya Tak Hanya Dikenakan, Tapi juga Diceritakan.

Kebaya Betawi Menjadi Inspirasi

Golongan priyayi dan kaum elit baru menginginkan perubahan dan persamaan hak dalam berbagai hal kehidupan. Perempuan Belanda yang mulai berdatangan dan berusaha menyetarakan diri  dengan elite pribumi menjadikan kebaya sebagai busana wajib. Begitu pula sebaliknya, elite pribumi juga mulai mengenakan busana-busana Eropa. Gambaran gaya hidup Eropa dengan jelas digambarkan dalam novel karya Mas Marco Kartodikromo yang berjudul Student Hidjo.

Puncak kepopuleran kebaya berada di akhir abad 19 dan awal 20an, paling tidak itulah yang ditulis oleh JG Taylor dalam Costume and Gender in Colonial Java, 1800-1940.

Hampir semua perempuan dari istana sampai di pasar mengenakan Kebaya. Yang membedakan hanya kualitas kain dan asesorinya saja. Kebaya para bangsawan terbuat dari kain sutera, beludru dan brokat, sedangkan masyarakat awam memakai kebaya dari kain katun dan tenun kasar.

Potongan kebaya, tidak jauh berbeda dengan pengaruhnya. Masih 'kemungkinan', namun sedikit lebih pasti. Pengaruh potongan dipengaruhi tidak saja oleh suku dan bangsa melainkan juga kelas sosial dan bahan. Termasuk golongan atas atau Europeanen adalah orang Eropa (Jepang juga masuk golongan ini). Golongan menengah atau Vreemde Oosterlingen adalah golongan Tionghoa, Arab, India, dll, sedangkan golongan terendah adalah Inlanders.

Pengaruh Eropa, nampak pada kebaya yang muncul di daerah Betawi dan Sunda, yaitu kebaya none atau kebaya Betawi, lalu kebaya Sunda yang berleher tinggi. Hiasan renda dan lace (brokat) adalah pengaruh Eropa yang sangat jelas mengingat kata renda berasal dari bahasa Portugis dan kain brokat yang paling populer adalah brokat Prancis. Kain chiffon atau brokat adalah jenis kain yang  tipis oleh karenanya kamisol atau kutang betawi ditambahkan. Ciri yang lain adalah sulam gambar manusia, flora dan fauna.

Jakarta sebagai pintu masuk Indoensia saat itu, berpengaruh pada pertukaran gaya busana para pendatang dan masyarakat yang tinggal. Jika selama ini kebaya betawi hanya dikenal dengan model kebaya encim, itu karena pengaruh para pendatang dari Cina merubah bentuk kebaya kerancang betawi yang panjang. Orang Cina lebih suka memakai baju yang pas badan, lahirlah kebaya encim.

pada tulisan berikutnya, saya akan menulis tentang Abaya, Cabaca, Cambaia, atau...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline