Lihat ke Halaman Asli

Gigih Mulyono

Peminat Musik

Hembusan Angin Cemara Tujuh 37

Diperbarui: 14 Juli 2018   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

*Hembusan Angin Cemara Tujuh 37*

Sebagaimana dulu yang dialaminya di Bulak Sumur, saat menulis tugas akhir adalah masa masa yang sulit. Demikian juga saat menulis Tesis, tugas akhirnya di Rotterdam.

Di Institut, Sutopo mendapat bimbingan dari dua dosen. Satu dari internal Institut, dan satu lagi dari Ekspert, dosen tamu yang juga bekerja sebagai individual konsultan PBB. Sutopo menulis tesis perihal Strategi Bersaing, dengan kasus perusahaan tempat dirinya bekerja, di Jakarta.

Merasa kerepotan, karena harus menulis dua kali. Pertama dalam bahasa Indonesia, selanjutnya diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Ketika membaca terjemahannya sendiri, seringkali Sutopo menjadi bingung, jengkel dan geli sendiri dengan struktur bahasa, dan juga makna tulisan Inggrisnya, yang ternyata menjadi tidak karu karuan.

Sutopo jadi teringat, ketika sering hampir putus asa , dulu saat menulis skripsi sarjananya, di Fakultas Ekonomi UGM. Bahan dan tulisan yang sudah dipersiapkan dengan matang, seringkali gampang sekali dimentahkan oleh dosen pembimbingnya pada saat konsultasi. Dan, itu terjadi berulang ulang. Sering membuatnya merasa nglokro.

Ada saatnya, dirinya merasa mentok tidak lagi bisa menulis, walau hanya tambahan secuil kalimat sekalipun. Dan Sutopo tahu, pada saat saat seperti ini, dirinya perlu suasana lain, perlu ada pelarian.

Hoby lamanya mendaki Gunung menjadi tersalurkan kembali. Ketika Jaman sentimentil patah hati dengan Kinanti dulu, Sutopo mulai mengenal aktivitas  mendaki Gunung, tetapi tidak begitu intens.

Pada masa menulis skripsi ini, aktivitas mendaki menjadi sangat intens. Mendaki Gunung telah berubah, dari sekedar hoby, menjadi semacam kegilaan. Gara gara seringnya dirinya mentok ide, menulis skripsi.

Bagi orang yang belum pernah mendaki Gunung, memang olahraga ini seperti kegilaan yang sia sia. Mulai mendaki jam dua pagi, sampai di puncak saat Matahari terbit di ufuk timur.Bersantai santai, berfoto, merenung, berdoa sekitar satu jam, lalu turun kembali. Apa manfaatnya? Apa maknanya?

Bagi Sutopo salah satu manfaat mendaki Gunung, selain mengasah daya juang dan menikmati keindahan alam, setiap dirinya selesai mendaki seolah olah daya kreasinya timbul kembali. Dan saat itu, dirinya kembali bisa lancar menulis skripsinya, yang sebelumnya mentok.

Sutopo sudah mendaki hampir semua Gunung di Jawa Tengah. Tentu saja sampai di puncaknya. Setiap Gunung memiliki karakter, tantangan dan daya tarik sendiri sendiri. Masing masing punya keunikan. Namun bagi Sutopo, pengalaman mendaki Gunung Lawu adalah yang paling terpatri dalam sampai saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline