Lihat ke Halaman Asli

Membangun Kemandirian Lewat Kemilau Kebaya Payet

Diperbarui: 28 November 2018   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaun kebaya pengantin berbahan buludru. Poto| dokpri

Seperti di perkampungan-perkampungan pada umumnya,  di setiap teras rumah-rumah seperti biasa selalu terlihat para ibu-ibu menghabiskan waktu senggangnya untuk mengobrol. Kadang-kadang terdengar suara tawa canda, sejenak mereka bisa melupakan segala beban hidup yang selalu menyertai keseharian hidup mereka. 

Namun di kampung tempat saya tinggal ada yang berbeda. Percakapan mereka terlihat diselingi dengan gerakan terampil tangan-tangan mereka menjahit menempelkan sesuatu pada kain baju. 

Mereka menjahit payet pada baju kebaya,  payet-payet itulah yang menjadi hiasan pada baju kebaya, warna-warnamya yang bermacam-macam dan terlihat mengkilap membuat kebaya tersebu terlihat indah dan mewah. Terlihat buricak-burinong, begitu orang Sunda bilang.

Mereka pun sering mengerjakan jahitan payet kebaya mereka dengan berkumpul bersama, sambil melepas kejenuhan, mengobrol,  dan bercanda tawa,  ketimbang harus mengerjakannya di rumah sendirian. 

Kampung tempat saya tinggal ini bemama kampung Bantargedang, desa Mekarsari, kecamatan Ngamprah,  kabupaten Bandung Barat.  Di kampung saya inilah sebagian besar warganya menjadi pengrajin baju kebaya payet. 

Jas pengantin pria. Poto| dokpri

Mungkin dari sekian banyak para pengantin yang sering kita lihat di pesta-pesta pernikahan, baju-baju kebaya yang mempelai perempuannya kenakan serta jas yang juga mempelai laki-lakinya kenakan, di antaranya adalah hasil kerajinan dari kampung-kampung ini. 

Sebenarnya di samping kampung tempat saya tinggal,  ada beberapa kampung lain lagi yang lokasinya masih berdekatan dengan kampung saya yang juga menjadi sentra pengrajin baju kebaya payet, di antaranya adalah kampung Ciburial, kampung Babakan Garut,  dan beberapa kampung lain. 

Pembuatan baju kebaya yang dihiasi payet di kampung saya dan beberapa kampung yang lain sudah menjadi  salah satu kegiatan ekonomi yang menjadi sumber mata pencaharian sebahagian warga. Mungkin hampir 50% warga di kampung-kampung ini menggantungkan hidupnya pada industri ini. Dari mulai yang berskala kecil dengan omzet hanya ratusan ribu, sedang dengan omzet jutaan, hingga besar dengan omzet ratusan juta rupiah. 

Sebagaimama layaknya pembuatan baju pada umumnya, pembuatan baju kebaya bukanlah monopoli satu daerah,  kita bisa menemukan kegiatan ini di daerah-daerah lain. Tapi khusus di kampung saya ini kegiatannya begitu masif. Tak heran orang-orang menyebut kampung-kampung ini sebagai kampung payet.

Keberadaan sentra kerajinan kebaya payet di kampung saya ini kira-kira serupa dengan sentra kerajinan keramik di Plered Purwakarta, atau sentra pembuatan dodol di Garut Jawa Barat. 

Ditambah lagi ada beberapa warga yang sengaja membuka outlet-outlet di situ yang khusus menjual baju-baju kebaya buatan mereka. Ada juga warga yang khusus menjual bahan-bahan untuk kebaya itu sendiri, dari mulai kain hingga payet. Mereka pun mampu menjual bahan-bahan tersebut dengan harga lebih murah daripada di toko-toko bahan semisal di Pasar Baru di kota Bandung. Sehingga hal ini menguntungkani para pengrajin, karena di samping harganya yang murah,  jaraknya yang sangat dekat karena masih di kawasan kampung bisa menekan ongkos dan waktu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline