Lihat ke Halaman Asli

Taufik Mulyadin

Seorang pembelajar sepanjang hayat

Dilema Pilkada di Tengah Pandemi

Diperbarui: 24 September 2020   11:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://medan.tribunnews.com

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak akan ada penundaan Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) serentak untuk kedua kalinya. Pesan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD saat Rapat Koordinasi Persiapan Pilkada Serentak Tahun 2020, Selasa 22 September 2020.

Pada rapat tersebut, Mahfud MD mengungkapkan paling tidak ada empat alasan kenapa Presiden Jokowi bersikeras agar Pilkada tetap dilaksanakan di penguhujung tahun ini. Pertama, Pilkada tidak kembali ditunda guna melindungi dan menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Kedua, tidak ada pihak manapun yang mengetahui pasti kapan wabah COVID-19 ini akan berakhir. Ketiga, penundaan pernah dilakukan sebelumnya. Terakhir, Pilkada dipandang masih bisa dilaksanakan di tengah pandemi dengan memerhatikan protokol kesehatan yang ketat.

Keputusan pemerintah untuk tetap melaksanakan Pilkada serentad Desember nanti bukan tanpa kritik. Kritik datang dari banyak pihak, misal NU dan Muhammadiyah. Keduanya tegas menolak keputusan tersebut dan meminta pemerintah menundanya kembali. Pemerintah dipandang belum mampu menekan laju penyebaran COVID-19. Apalagi di tengah hajatan politik nanti yang melibatkan 270 daerah di seluruh Indonesia.

Walau banyak menerima kritik, pemerintah dan jajarannya tampak tak bergeming. Mereka haqul yakin Pilkada serentak Desember nanti tetap bisa dilaksanakan dengan baik. Apalagi, Presiden Jokowi merujuk pada pengalaman Korea Selatan dan Singapura baru-baru ini. Kedua negara tersebut dipandang sukses menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi.

COVID-19 di Indonesia

Pemerintah memang sebelumnya pernah menunda pelaksanaan Pilkada. Hal ini termaktub dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020. Pilkada yang awalnya akan diselenggarakan pada September 2020 ditunda menjadi Desember 2020. Keputusan ini diambil karena pemerintah yakin COVID-19 akan mereda di akhir tahun ini.

Saat Perppu penundaan Pilkada diteken Presiden Jokowi pada 4 Mei 2020, jumlah pasien COVID-19 bertambah 395 orang. Empat bulan kemudian, bukannya mereda, wabah ini justru makin tak terkendali. Saat ini, jumlah pasien COVID-19 terus bertambah hingga menyentuh lebih dari 4.000 orang setiap harinya. Melihat fakta ini, sulit rasanya untuk yakin pada Desember nanti laju penyebaran COVID-19 di Indonesia bisa turun tajam.

Berkaca pada Korea Selatan dan Singapura, jumlah kasus COVID-19 harian yang terus melandai menjadi syarat pemilu bisa diselenggarakan. Perlu diingat juga, keduanya adalah negara dengan penangangan COVID-19 terbaik di dunia. Hal ini didukung dengan manajemen, fasilitas, dan sumber daya manusia mumpuni yang dimiliki kedua negara tersebut.

Di Korea Selatan, puncak kasus COVID-19 ada di 1 Maret 2020. Pada hari itu, jumlah pasien mencapai lebih dari 1.000 orang. Sejak itu, jumlahnya terus menurun hingga 20an pasien saat pemilu dilaksanakan pada 15 April yang lalu.

Tak jauh berbeda dengan Singapura. 20 April 2020 menjadi puncak dengan kasus COVID-19 tertinggi yang mencapai lebih dari 1.400 pasien. Setelahnya, angka tersebut cenderung melandai. Di hari pemilu, 10 Juli 2020, jumlah pasien COVID-19 di Singapura bertambah tak sampai 200 orang.

Di Indonesia sendiri, belum ada tanda-tanda angka pasien COVID-19 akan melandai. Justru angkanya terus bertambah dari hari ke hari. Sehingga, berkaca dari Korea Selatan dan Singapura yang menjadi rujukan Presiden Jokowi, pelaksanaan Pilkada di akhir tahun ini belum memenuhi syarat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline