Lihat ke Halaman Asli

Muis Sunarya

TERVERIFIKASI

Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

Lengang

Diperbarui: 5 April 2020   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Video. Sumber ilustrasi: Freepik


Covid-19 berimbas ke hampir semua aspek kehidupan sehari-hari. Tidak saja dunia usaha, besar atau kecil. Tetapi apa saja. Termasuk arus lalu lintas.

Biasanya di hari-hari biasa, sebelum Covid-19, arus lalu lintas padat dan ramai. Sesekali, bahkan sering kali muncul kemacetan di jalan raya. Tetapi sejak adanya Covid-19, arus lalu lintas menjadi lengang. Hanya satu dua kendaraan melintas.

Di jalan bebas hambatan (jalan tol) lingkar luar Jakarta ini, misalnya. Biasanya ramai. Minggu pagi, hari ini (05/04/2020), ketika saya melewati jalan tol lingkar luar Jakarta (Jorr) ini tampak begitu lengang.

Ini tampaknya adalah salah satu imbas sejak adanya kebijakan pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 dengan tetap menjaga jarak sosial, kontak langsung, dan tetap menetap di rumah masing-masing. Hindari keluar rumah jika tidak urgen dan mendesak. 

Kelengangan seperti ini, adalah isyarat bahwa manusia akhirnya mesti wawas diri dan sadar akan kelemahannya yang dimiliki. Tidak ada gunanya merasa paling kuat, paling berpengaruh, dan paling kuasa atas segalanya.

Ternyata sikap arogan, egois, sombong, dan ingin menang sendiri, yang selama ini bercokol dalam diri setiap orang, bertekuk lutut dan habis tak berdaya di hadapan pandemi Covid-19 yang tak kasat mata ini.

Benar saja, tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang sempurna. Manusia begitu lemah, banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Maka, apa lagi yang ingin disombongkan?

Tak ada satu pun. Akhirnya, manusia sama. Makhluk Tuhan yang dalam berbagai hal memiliki kelemahan juga. Tak berkutik ketika dihadapkan dengan serangan massif Covid-19 ini saja. Dunia terkesima, dan panik luar biasa.

Inilah pelajaran penting bagi kemanusiaan kita. Tidakkah kita mau belajar dari fenomena ini? Sering-seringlah becermin.

Lihatlah wajah-wajah kemanusiaan kita yang bertopeng selama ini. Wajah-wajah palsu bersembunyi di balik topeng. Jauh dari wajah-wajah asli, alami, dan manusiawi.

Manusia bertopeng. Topeng status sosial, popularitas, kekuasaan, jabatan, kekayaan, dan seterusnya, yang sering menutupi, dan menyembunyikan wajah asli kemanusiaan kita selama ini. Dan celakanya sering melahirkan wajah arogansi dan diskriminasi sosial dalam kehidupan nyata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline