Lihat ke Halaman Asli

Muhsin Nuralim

Student at UIN Sunan Kalijaga in Religious Studies | English Tutor | Bibliophile

Berbagi Menumbuhkan Empati, Apalagi di Bulan Suci

Diperbarui: 14 April 2021   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ILUSTRASI: Seorang pria sedang memberikan minum kepada seorang kakek | sumber: pexels.com

Selama pandemi, sedikit banyak, gaya kehidupan kita berubah. Mungkin perubahan sebagian orang itu nampak pada personality dan kaca mata mereka memandang hidup. Bukan hal baru memang karena ini adalah kali kedua (sambil nyanyi lagu Raisa), puasa saat pandemi.

Sahur pertama begitu sederhana. Hanya nasi dan sayur biasa. Tapi toh itu pun cukup jika niat sahur sebagai bekal energi untuk beraktifitas seharian. Semua rasa tak jauh berbeda pada situasi Ramadhan tahun lalu kecuali beberapa hal yang akan saya bagikan dengan teman-teman Kompasianer sekalian.

Tinggal jauh dari keluarga [kerap] perasaan teraliensi dengan lingkungan, bahkan diri yang cukup sulit dipahami muncul. Sebagai pengganti keluarga, kita manusia harus mencari 'keluarga' baru di tengah perantauan. Memang tidak mudah, tapi setidaknya survival-skill itu yang akan menolong kita dari gempuran berbagai kegelisahan, kecemasan, dan kesepian.

Manusia memang diciptakan untuk saling mengisi, apalagi Ramadhan menjadi momen yang paling pas untuk mengasah kemampuan diri kita sebagai manusia yang tak bisa lepas dari manusia lain. Cuma memang, ya, kadang kita terlalu egois untuk mengakui ketergantungan kita dengan yang lain.

Karena kesadaran akan kebutuhan bersosial itulah, kita perlu belajar dari Ramadhan tahun lalu untuk diaplikasikan pada Ramadhan tahun ini.

Kita ambil saja satu hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Ath-Thabrani "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, Allah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan doa. Allah melihat berlomba-lombanya kamu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, tunjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini." (HR. Ath-Thabrani)

Pertama dengan mengetahui keutamaan Syahru Syiam ini semoga menjadikan kita termotivasi untuk saling berlomba dalam kebaikan, kalo insecure sama yang lain, minimal kita perbaiki diri kita setiap harinya (reminder juga buat saya inimah).

Setelah kita mengetahui keutamaan bulan suci, sikap kita pun sejatinya harus tampak seperti mensucikan, dalam arti kita harus lebih waspada pada apa-apa yang kita ucapkan, pikirkan dan lakukan. Sekarang gilirannya kita yang melatih untuk mengatur nafsu, setelah sekian lama kita kerap diatur hawa nafsu (keinginan-keinginan). Baru deh, kalo udah bisa aplikasiin amalan-amalan pada diri, jangan lupa berlatih untuk ber-muammalah; bagaimana kita bersikap dengan oranglain.

Iya, sih kadang agak sulit. Tapi ini sarana latihan untuk mengembangkan nilai-nilai empati dan kasih sayang dengan saling berbagi.

Bayangkan aja kemarin puasa baru sehari mungkin udah ada yang ngeluh, eh, tapi biasanya hari pertama masih semangat-semangatnya. Apalagi saudara-saudara kita yang nemu makan sehari sekali atau dua hari sekali aja mereka dah bersyukur banget. Nah,  maka dari itu, karena kita saling membutuhkan sebaiknya kita perlu mengembangkan skill satu ini: berbagi.

Berbagi tidak melulu menuntut kita mengeluarkan berbagai materi, sedekah kan bukan sebatas uang, toh?

If you see someone without a smile, give them one of yours

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline