Lihat ke Halaman Asli

muhammad sadji

pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

135 Tahun Ibu Inggit Garnasih

Diperbarui: 28 Februari 2023   17:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Karno (kanan) dan Inggit (duduk tengah) bersama teman-teman mereka di Bengkulu tahun 1940. (Sumber: screenshoot via kompas.com) 

Presiden Amerika Serikat Barack Obama dalam biografinya antaralain menyebut, bahwa dia pernah tinggal di Indonesia, negeri yang didirikan oleh seorang kharismatik yang cemerlang yang bernama Sukarno. 

Mungkin karena itulah, dia bersama istrinya pernah mengunjungi Masjid Istiqlal, sebuah Masjid Kepresidenan yang digagas oleh Presiden Sukarno. 

Yang menarik adalah penilaian Obama yang menyebut Sukarno sebagai manusia cemerlang. Dan ternyata benar adanya apabila dirunut sepak terjang perjuangannya sejak belia. 

Pengakuan yang senada juga pernah disampaikan oleh Jenderal Besar Nasution seperti yang termuat dalam rubrik pokok & tokoh di majalah Tempo beberapa tahun yang lalu. 

Atas pertanyaan, siapa tokoh yang dia kagumi? Nasution menjawab bahwa ada dua tokoh yang sangat dia kagumi, yaitu Gubernur Jenderal Belanda yang menciptakan hegemoni Hindia Belanda yang kemudian diwarisi oleh Sukarno sebagai Indonesia Merdeka dan mempersatukannya.

 Juga Sutan Syahrir, Perdana Menteri pertama Republik Indonesia. Dalam buku yang ditulis oleh wartawan kawakan Rosihan Anwar (Penerbit Kompas 2005) disebut, bahwa ketika mendapat kunjungan Dr. Sudarsono di Rumah Tahanan Keagungan Jakarta, Syahrir menyatakan:

"Apa pun kritik kita kepada Sukarno, kita tidak boleh lupa bahwa dialah yang mempersatukan kita sebagai bangsa. Itulah jasanya". 

Dr. Sudarsono adalah mantan Menteri Dalam Negeri dan Sosial dalam Kabinet Syahrir dan mantan Dubes RI di India dan Birma (Myanmar sekarang).

Di balik kecemerlangan Sukarno tersebut, ternyata ada sosok yang paling banyak memberikan jasanya dalam perjalanan hidupnya, yaitu Inggit Garnasih. 

Perannya tersebut, ditulis dalam bentuk biografi oleh Reni Nuryanti, alumnus sejarah Universitas Negeri Yogyakarta yang mengisahkan proses pergulatan tersebut dengan sangat menarik sebagai bukti sejarah yang otentik. 

Sebagaimana diakui oleh Ahmad Syafi'I Maarif dan M. Nursam dalam pengantarnya, bahwa kematangan dan kedewasaan serta pencapaian intelektual seseorang pada umumnya diraih pada usia 40-an tahun. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline