Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Haikal Faturrahman

Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman, Penggemar Buku, Penggila Sepak Bola

Meresonansikan Nada Persatuan Pasca Tahun Politik

Diperbarui: 8 Februari 2025   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Integrasi Nasional Indonesia. (sumber: Istockphoto)

Oleh: Muhammad Haikal Faturrahman (Ketua Umum HmI Komisariat FISIP UNMUL)

Pasca tahun politik, Indonesia menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam menciptakan suatu resonansi yang membawa kembali nada persatuan. Keberhasilan dalam menjalani tahun politik yang penuh dengan perdebatan, persaingan, dan bahkan perpecahan, harus diimbangi dengan upaya memulihkan keharmonisan sosial, politik, dan budaya. Meskipun demokrasi Indonesia telah tumbuh dengan pesat sejak reformasi, dampak dari polarisasi politik dan politik identitas semakin mencemaskan. Pertanyaannya adalah: bisakah kita benar-benar kembali pada persatuan atau apakah kita justru semakin terjebak dalam fragmen-fragmen yang memecah belah?

Polarisasi Politik: Antara Pro dan Kontra

Polarisasi politik adalah fenomena yang sering kita temui dalam berbagai proses pemilu, baik itu tingkat lokal maupun nasional. Pada dasarnya, polarisasi adalah proses yang mengerucutkan perbedaan-perbedaan politik dalam suatu masyarakat menjadi dua kubu yang saling bertentangan. Dalam konteks Indonesia, kita bisa melihat bagaimana kampanye politik telah membentuk garis pemisah yang tajam antara kelompok pendukung kandidat tertentu dan lawan politik mereka. Politicization of Identity, atau penguatan identitas politik, menjadi alat yang efektif dalam menarik simpati pemilih, sekaligus menambah ketegangan di ruang publik.

Sebagai contoh, Pemilu Presiden 2019 dan Pemilu Presiden 2024 menunjukkan bagaimana politik identitas menjadi instrumen sentral dalam membangun polarisasi. Citra yang dipaksakan pada calon tertentu, baik itu berbasis agama, etnis, atau bahkan orientasi sosial, telah membentuk cara kita melihat satu sama lain, tak hanya sebagai pemilih, tetapi juga sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar, yang lebih mudah diidentifikasi. Dalam narasi politik ini, pemilih tidak lagi dilihat sebagai individu rasional yang memilih berdasarkan kebijakan, tetapi sebagai bagian dari kelompok ideologis yang memperjuangkan kepentingan tertentu.

Politik identitas sering kali dikaitkan dengan krisis identitas kolektif, di mana masyarakat mulai memisahkan diri ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik yang tampak jelas, seperti agama, suku, atau bahkan pilihan politik mereka. Hal ini mengarah pada polarisasi yang semakin tajam, yang tidak hanya terbatas pada dunia politik, tetapi merambah hingga kehidupan sosial dan budaya. Bagaimana mungkin kita bisa berbicara tentang persatuan jika setiap percakapan politik mengandung potensi untuk mengalienasi pihak lain?

Politik Identitas: Ancaman atau Kesempatan?

Politik identitas dalam konteks Indonesia, pada satu sisi, bisa dianggap sebagai reaksi terhadap ketidakadilan yang sudah lama ada dalam struktur politik negara ini. Namun, pada sisi lain, ketika dimainkan dengan cara yang manipulatif, ia bisa dengan cepat berubah menjadi alat untuk memperburuk polarisasi. Hegemony politik identitas sering kali memanfaatkan ketakutan dan ketegangan antar kelompok, menciptakan gambaran yang menyesatkan bahwa ada musuh bersama yang harus dilawan.

Di sisi lain, politik identitas yang terkelola dengan bijak bisa menjadi alat untuk memperjuangkan hak-hak minoritas dan mendukung inklusivitas dalam demokrasi. Namun, hal ini memerlukan kesadaran kritis untuk tidak jatuh ke dalam jebakan yang memperburuk perpecahan. Politik identitas, jika dikelola dengan penuh tanggung jawab, bisa membuka ruang bagi dialog yang lebih terbuka, yang mengakui keberagaman sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman.

Menyatukan yang Terpisah: Resonansi Nada Persatuan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline