Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Rasyid Ridho

Mengabdi di Pondok Pesantren Al-Ishlah. Suka membaca dan menulis. Suka mengajak orang baca buku dan menulis. Suka jualan buku. Menulis banyak tulisan di media massa cetak ataupun online. Telah menulis belasan buku antologi dan satu buku solo kumpulan puisi "Kita Adalah Cinta."

IPPA; Menghapus Stigma Negatif Rawa Malang

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14133888781516444300

[caption id="attachment_347998" align="alignnone" width="623" caption="cover kick andy heroes"][/caption]

Judul                            : Kick Andy Heroes (Para Pahlawan Penembus Batas)

Penulis                          : Wisnu Prasetya Utomo dan Tim Kick Andy

Editor                          : Ikhdah Henny & Qha

Penerbit                       : Bentang Pustaka

Tahun Terbit                : Pertama, Februari 2014

Jumlah Halaman          : 174 halaman

ISBN                           :  978-602-291-010-7

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Koordinator Klub Buku Booklicious, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jember.

“Saya ingin mengubah Rawa Malang menjadi nama yang baik di mata orang dengan adanya IPPA. Sebelumnya daerah kami disebut orang dengan sebutan yang tidak menyenangkan. Karena itu, saya ingin mengubah nama daerah saya menjadi yang baik.”

Kalimat di atas adalah perkataan Aris Djunaedi. Aris adalah anak muda kelahiran 2 Agustus 1991 di Rawa Malang. Juned begitu sapaan akrabnya. Dia sudah terbiasa dengan citra negatif yang orang lontarkan ketika mengetahui Juned berasal dari Rawa Malang.

Rawa Malang adalah daerah yang ada lokalisasi meski ilegal. Setelah lokalisasi yang resmi di Kramat Tunggak ditutup oleh Gubernur Sutiyoso, Rawa Malang semakin ramai saja. Bisa jadi pelanggan Kramat Tunggak pindah haluan ke Rawa Malang. Selain itu Rawa Malang, terkenal sebagai tempat yang kumuh, sangat bau, bahkan masker saja bisa tembus.

Karena citra negatif tersebut Juned berikhtiar agar bisa menghapus stigma yang telah melekat pada daerah tinggalnya. Meski hidup miskin, namun Juned tidak putus asa. Ayahnya yang tentara meninggal sejak dia berumur 2 tahun. Ibunya menikah lagi dengan seorang kapten kapal. Karena kapal yang dinakhodai oleh bapak tiri Juned, akhirnya tidak bisa bekerja lagi. Meski ibunya seorang buruh  cuci pakaian pekerja prostitusi, Juned tidak malu. Bahkan dia bangga karena ibunya, masih dalam kebaikan karena mencari kerja yang halal. Sejak itu Juned dan ibunya menjadi tulang punggung keluarga.

Sejak sekolah Juned sudah terbiasa berprestasi, dia pernah menjadi ketua Rohis, menjadi sekretaris OSIS, pembaca Al-Qur’an terbaik di sekolahnya dan juara pertama lomba nasyid tingkat  sekolah menengah se-DKI Jakarta. ‘Teladan adalah menjadi sosok yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain di sekitar,” begitu kata Juned.

Karena anak-anak Rawa Malang banyak yang tidak diperhatikan oleh orang tuanya, tidak sekolah karena kekurangan ekonomi, dan hidup tanpa arah, Juned pun beraksi dengan membuat IPPA. Ikatan Peduli Pendidikan Anak pada tahun 2009. Penghasilan warganya rata-rata 20.000,00 perhari. Mereka dapat untuk makan saja udah untung, tidak mau repot-repot menyekolahkan anak-anak.

Bersama Wawan, Andi, Mul dan Sukma dan ditambah Betty Suryaningsih (aktivis peduli pendidikan anak jalanan) mendirikan IPPA. Juned sebagai koordinator dan Betty sebagai dewan penasihat. Maka dimulailah, pembelajaran yang ada di IPPA.

Anak-anak belajar agar bertambah wawasan, berkunjung ke museum, menekuni seni. Dalam hal seni ini banyak anak Rawa Malang yang berminat, seperti menari, menyanyi. Prestasi anak-anak IPPA pun tak jauh-jauh dari seni. Pernah anak IPPA bernyanyi duet bersama Vina Panduwinata.

Dengan bertambahnya prestasi yang mereka miliki, maka bertambah pula kepercayaan diri yang mereka miliki. Meski telah tercitra sebagai anak yang hidup di daerah kumuh, sekaligus tempat PSK mencari hidup. Tetapi mereka masih tetap ingin maju. Ingin sukses, mencapai apa yang dicitakan.

Setidaknya, ada beberapa ibrah yang bisa pembaca ambil dalam buku ini. Pertama, pembaca akan semakin bersyukur karena banyak orang yang masalahnya lebih besar dari dia. Dia masalahnya kecil saja, bisa dibesar-besarkan dan galau dan sulit move on. Akhirnya, dengan bersyukur itu, semoga bisa lebih santai, no galau dan move on.

Kedua, pembaca menjadi yakin bahwa keterbatasan itu tidak menjadi penghalang bagi orang yang ingin sukses. Keterbatasan harusnya dihantam dengan niat dan keinginan, sehingga apa yang dicitakan bisa dicapai.

Ketiga, manusia adalah makluk sosial. Tidak hanya memperturutkan hawa nafsu dan ego, namun juga harus memikirkan kemaslahatan orang lain. Tujuh orang dalam buku ini, adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Tanpa pamrih, demi kebaikan bersama.

Tak ayal buku ini menjadi buku layak dibaca oleh siapa saja. Terutama bagi yang yang galau dan nggak bisa move on. Bacalah buku ini, dan syukurilah hidupmu. Semoga menjadi kita semua lebih baik ke depannya. Selamat membaca!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline