Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ridwan

Tak ada yang tetap dibawah langit

Secarik Catatan di Bumi Cendrawasih

Diperbarui: 12 April 2021   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Muhammad Ridwan

Pukul 14:30 waktu setempat pesawat landing di bandara Mopah, Merauke.

Roda pesawat dengan bunyi berdecitnya mengiringi pendaratan kami dengan selamat. Alhamdulillah

NNampakk di balik jendela pesawat, warna kemerahan sinar matahari pertama dari ujung timur Indonesia. kali pertama menginjakkan kaki di atas Bumi Cendrawasih. Saya pun langsung membatin dengan penuh rasa kagum, melihat Papua layaknya surga kecil yang di turunkan di bumi 

Alam yang mampu memberikan sejuta pesona, Papua pun mulai membius. Hutan, pegunungan dan sungai-sungai yang berkelok terlihat menakjubkan dari angkasa. Awan putih keperakan bagaikan gelombang permadani lembut yang menaungi belantaranya. Sungguh sebuah pemandangan yang menakjubkan. Itulah kesan pertama saya tentang tanah Papua ...

Semalam di Merauke.

Naik taksi dari bandara menuju penginapan dengan jarak yang tidak terlalu jauh, ya sekitar 500 Meter lah. Dekatnya minta ampun wkwk... Keluar dari mulut bandara Mopah masuk di jalan raya sedikit lalu kemudian belok masuk ke gang kecil. sampailah di penginapan. Biaya ongkos taksinya 100 RB, ya lumayan mengerutkan dahi memikirkan rasio harganya hehe...

Kota Merauke sebenarnya tidak asing bagi saya dan mungkin juga bagi kalian, itu semua berkat lagunya yang populer DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Ciptaan R. Suharjo. Berterimah kasihlah kepada R. Suharjo yang telah memperkenalkan keragaman Nusantara lewat lagu tersebut. 

Sehari telah terlewati di manfaatkan untuk beristirahat di penginapan.. Keesokan harinya rombongan pun bersiap siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Asiki, salah satu distrik di kabupaten Boven Digoel tepat di sebelah Utara kabupaten Merauke dan berbatasan langsung dengan Negara Papua new Guinea di sebelah timur... Sembari menunggu mobil jemputan, ya seperti biasa ada rutinitas setengah wajib di pagi hari wkwk, apa lagi kalau bukan menyeruput segelas air kopi hasil seduhan sendiri di kantin sebelah. Saya sdh terbiasa menyeduh kopi sendiri, karna saya tau setiap kopi memiliki cita rasa yang berbeda tergantung cara penyeduhannya, prinsipnya MENYEDUH KOPI ADALAH SENI dan saya punya takaran sendiri, bagaimana cara menyeimbangkan kopi dan gulanya hehehe. Segelas kopi sudah tersedia namun tak lengkap rasanya tanpa di temani asapan SUARA RAKYAT alias Surya (sebuah akronim cocoklogi) sebagai simbol perlawanan kaum buruh migran internal wkwkwk.... Ya begitulah saya membeli kebahagiaan dengan kopi .. You can't buy happiness, but you can buy coffee. And that's pretty close to happiness. Kira2 kalau diterjemahkan seperti ini, "Anda tidak bisa membeli kebahagiaan, tetapi Anda bisa membeli kopi Dan itu cukup dekat dengan kebahagiaan"....****

Ayooo!! mobil suu datang teriak penanggung jawab perjalanan hehe.... Dengan sigap sang supir pun langsung mengangkat barang bawaan ke atas mobil... Kami pun memulai perjalanan panjang sejauh 410 km menggunakan mobil jenis truk pickup double cabin... Sejenak singgah melapor di kantor konglomerasi ANTI ADAT dikota Merauke, saya sengaja sebut Anti Adat karena di balik kalimat ANTI ADAT ada makna yg tersirat hehe.... perjalanan meraoke-Boven Digoel   

kini dapat ditempuh hanya waktu 8 jam setelah ruas jalan trans Papua selesai di bangun. Mobil yang di tumpangi melaju dengan kencang dengan kecepatan mobil rata rata 120-140 km, sebuah kecepatan yang tak biasa Padahal, konon katanya sebelum diperbaiki jarak tempuh yang dibutuhkan bisa berminggu-minggu. Bagaimana tidak dahulu trans Papua hanyalah jalan tanah, saat hujan turun pengguna jalan terpaksa bermalam menunggu sampai jalan kering. Kini jalan sudah beraspal sejauh 420 km, jalan yang lurus, ditambah volume kendaraan yang sedikit dipastikan memangkas waktu tempuh distribusi barang, kebutuhan logistik dan masyarakat. Dalam perjalanan, alam papua tak henti hentinya menyuguhkan panorama indah, hutan belantara seperti tak terjamah manusia turut menyertai sepanjang jalan, namun semuanya berbeda ketika kita memasuki wilayah perbatasan antara kab Merauke dan kab Boven Digoel, Dimana sebelumnya mata kita selalu di manjakan oleh pemandangan rimba raya yang membentang luas berubah menjadi area industri perkebunan sawit. Kabupaten Boven Digoel adalah hasil pemekaran dari kab merauke, wilayahnya sangat luas, dulunya di penuhi hutan rimba yang menjadi Hak Ulayat masyarakat setempat. Menurut informasi ada ratusan ribu hektar lahan yang dulunya hutan adat beralih menjadi area konsesi perkebunan oleh pihak konglomerasi...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline