Lihat ke Halaman Asli

Admin

Read To Write

Dua Kondisi Masa Lalu yang Luput Terbaca Secara Historis

Diperbarui: 24 Juli 2022   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Pertama, krisis moneter 98 yang melambungkan harga-harga barang, termasuk juga harga susu untuk balita, dimana kala itu konon kenaikannya berkali-kali lipat sehingga membuat jutaan anak Indonesia mengalami kekurangan asupan protein yang penting bagi perkembangan otak.

Akibatnya, Agak lelet dalam berpikir. Seharusnya, tingkat konsentrasi yang pas untuk balita adalah pada perbandingan 1/3 antara susu dan air hangat. Karena di hantam krismon, tingkat konsentrasi susu diturunkan biar hemat. Bahkan mencapai perbandingan 1/8 sampai 1/12.

Jadi, kalau seharusnya suatu penjelasan cukup dijelaskan sebentar dan langsung paham, sementara pada generasi krismon harus agak bersabar. Konsentrasi penjelasan terhadap hal-hal abstrak mungkin harus delapan kali ditingkatkan baru bisa paham.

Ditambah lagi dengan kurikulum pasca reformasi yang selalu berganti-ganti membuat sebagian organel otak pada bagian tertentu pada sebagian orang mengalami cacat permanen. Apabila pertanyaan yang agak analitik diajukan, mungkin efeknya bisa langsung muntah, gagal jantung, bahkan stroke.

Yang kedua, generasi Covid. Menurut hemat saya, yang paling terdampak adalah mereka yang baru memasuki kuliah jenjang semester pertama sewaktu lonceng pandemi diumumkan. 

Proses matrikulasi sebagian besar sepenuhnya dilakukan secara daring dengan pendekatan presentasi, bukan tanya jawab. Akibatnya, ini seperti mengulang proses belajar sewaktu SMP. 

Mahasiswa diberi tahu soal ini itu tanpa diberi tau bagaimana menyusun pertanyaan, yang merupakan hal penting dalam proses berfikir ilmiah. Terlebih, sebelumnya mereka terwarisi kurikulum yang amburadul, tentunya semakin sulit bagi mereka untuk memahami hal-hal yang abstrak.

Dari telaahan ini pula, kemudian muncul dugaan terkait apa yang dikatakan oleh Noah Harari sepertinya ada benarnya; "tujuan umat manusia mengembangkan teknologi bahkan melakukan perjalanan antar bintang tidak lain merupakan upaya untuk sekedar mengatakan bahwa musuh lama, kerabat terdekat dari Sapiens, sudah tertinggal jauh dalam proses evolusi".

Dan dugaan selanjutnya, kerabat dekat yang dimaksudkan itu adalah kita, bukan kera, melainkan bangsa timur. Dan mungkin, disuatu saat nanti, apabila kita tetap tidak mau mengakui kelemahan kita dan ngotot dengan jalan pikiran kita sendiri-sendiri, Noah Harari tidak segan-segan mengatakan kalau kita ini merupakan varian dari Sapiens yang corak perkembangannya: sering diskusi tetapi daya analisisnya tidak berkembang. Kemudian beliau menggolongkan kita sebagai homo Indonesianikus. Tempurung otaknya kecil. Sewaktu dilakukan otopsi, isinya kebanyakan micin !

Untuk itu, menghadapi Indonesia sekarang dan masa depan membutuhkan feeding yang khas. Kita tidak lagi bisa mengunakan cara-cara statis dengan pengandaian "biarkan sistem yang bekerja". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline