Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Peribahasa dalam Ekonomi Keluarga

Diperbarui: 11 Juni 2021   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari theasianparent.com

Torang marah-marah kepada Tiur, istrinya.  Pasalnya, keuangan keluarga morat-marit.  Lantaran, menurut Torang, istrinya gemar  membelanjakan uang untuk hal-hal yang tak perlu.

"Tiur, kau itu bagai nakhoda kasap hujung hilang pangkal lesap!"  teriak Torang. Menurutnya, istrinya itu terlalu banyak membeli barang-barang yang tak guna.

"Apa katamu?  Enak saja kau marah-marah. Jangan dahulu duduk dari cangkang.  Masalahnya bukan itu.  Masalahnya  besar pasak daripada tiang!  Paham kau!" 

Menurut Tiur suaminya tak paham perkara tapi langsung marah-marah. Lalu disindir telaklah Torang, suaminya, sebagai lelaki yang penghasilannya kecil.  Sehingga keuangan keluarga selalu defisit.

"Asal kau tahu saja, Torang!  Ekonomi keluarga kita bagaikan kain tak bertepi!"  Tiur menyerang habis suaminya.  Menurutnya, mereka kini sudah terperangkap dalam kemiskinan yang amat sangat.

"Bah! Dasar kau saja yang lupa nasihat orangtua. Tak mau hemat pangkal kaya!"

"Bah, sembarang bicara pula kau.  Jilat bibir dulu baru bicara!  Sudah besar pasak daripada tiang!  Tukang kredit menagih cicilan ibarat mencabut bulu kodok!  Aku lelah berketiak ular sampai berputih mata. Apa yang mau dihemat?  Celana panjangmu hendak dipendekkan?" 

Torang terdiam.  Tak guna lagi mendebat istrinya.  Semua kata-katanya benar dan menusuk hati.  Lebih penting memikirkan solusi keuangan keluarga yang morat-marit. 

"Si Monang anak kita minta uang untuk biaya kuliah semesteran.  Kau pikirlah itu.  Cari uang di mana!" Tiur mencecar Torang.

Torang tambah pusing tujuh keliling.  Sebenarnya ada solusi tokcer:  Renteiner.  Tapi, berdasar pengalaman Torang, berurusan dengan renteiner itu ibarat mati semut karena manisan.  

Awalnya mulut renteiner manis benar, tapi  saat menagih cicilan dan bunga, omongannya pahit sekali.  Televisi, radio-tiprikorder, dan kereta (sepeda motor) tuanya telah pindah tangan kepada renteiner,.  Lantaran dia takmampu melunasi cicilan pinjaman dengan bunga berbunga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline