Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

"Istiqlal yang Terbuka", Tafsir Ujaran Puan Maharani

Diperbarui: 14 Maret 2021   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketua DPR RI Puan Maharani (Foto: batamnews.co.id)

"Datang ke Indonesia, datang ke Jakarta, semuanya harus datang juga ke Masjid Istiqlal. Kita tunjukkan umat Muslim Indonesia adalah Muslim yang toleran dengan seluruh umat beragama. Tidak hanya umat Muslim saja yang boleh datang ke Istiqlal. Semua umat beragama harus boleh datang ke Istiqlal untuk melihat bahwa Indonesia punya masjid indah dan terisi dengan kajian Islam yang moderat" - Puan Maharani, 11 Maret 2021. [1]

Ujaran Puan Maharani,  Ketua DPR-RI, itu langsung menjadi kontroversi. Sebagian merespon positif. Tapi kebanyakan menanggapi sinikal. 

Bagi pihak yang sinikal, Puan dianggap "kurang piknik"   Sudah sejak lama Masjid Istiqlal membuka pintu untuk kunjungan umat Non-Muslim. Selain tamu negara, sudah banyak wisatawan datang menikmati keagungan dan keindahan mesjid itu.[2]

Tapi sungguhkah keterbukaan fisik  semacam itu yang diharapkan Puan Maharani? Sebagai Ketua DPR-RI, Mantan Menteri, dan anak Jakarta asli, mustahil dia taktahu Istiqlal secara fisik terbuka bagi kunjungan umat Non-Muslim.

Bila bukan keterbukaan secara fisik, lantas keterbukaan macam apa sebenarnya yang diharapkan Puan?  Saya mencoba menafsir makna ujaran Puan. Sekalian mengaitkannya dengan ujaran senada di ruang dan waktu lain. Ada dugaan bahwa yang dimaksud Puan adalah keterbukaan sosiologis. 

***

Sekurangnya ada dua frasa yang mengindikasikan harapan keterbukaan sosiologis itu.  Dua frasa itu adalah: "... umat Muslim Indonesia adalah Muslim yang toleran dengan seluruh umat beragama" dan "... Indonesia punya masjid indah dan terisi dengan kajian Islam yang moderat."

Dua frasa itu mengarah pada gagasan Masjid Istiqlal sebagai simbol Muslim Indonesia yang moderat dan toleran. Itu jelas merujuk pada keterbukaan sosiologis, yaitu komunikasi atau saling-terima eksistensial antar umat beragama beda. 

Saling-terima di situ bukan penerimaan pada ajaran agama lain. Tapi penerimaan terhadap keberadaan umat lain sebagai sesama warga negara yang punya hak dan kewajiban yang sama.

Tafsir di atas dapat menjadi konteks bagi ujaran Puan tentang Sumatera Barat tahun lalu. Saat mengumumkan calon kepala daerah dari PDIP untuk Pilkada 2020 (2/9/2020), Puan berujar,  "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila."[3]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline