Lihat ke Halaman Asli

Felix Tani

TERVERIFIKASI

Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

[Poltak #010] Losung Aek Angker

Diperbarui: 21 September 2020   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disain Sampul: Felix Tani; Foto: Erabaru.com


Kali kedua kokok ayam jantan berkumandang di Panatapan. Bersahut-sahutan dari satu ke lain kolong rumah.  Itu penanda waktu. Pukul tiga dini hari sudah tiba.  

Hujan lebat yang mengguyur Panatapan, dan kampung sekitar, sejak tengah malam, sudah reda. Meninggalkan dingin.

"Poltak! Bangun! Siap-siap ke Losung" Nenek Poltak menggoyang-goyang tubuh Poltak yang terbalut hangat di bawah siluban, tikar selimut.  

Dini hari mereka harus berangkat ke Losung Aek, lesung yang digerakkan dengan kincir air, di kampung Toruan.  Di sana, mereka akan menumbuk gabah menjadi beras.  Persediaan beras di dapur sudah menipis.  

Sebenarnya ada empat cara warga Panatapan untuk mendapatkan beras. Jika persediaan masih memadai,  mereka bisa menunggu hari Sabtu, hari pasaran, untuk menggiling gabah di mesin penggilingan di Tigaraja, Parapat.

Jika persediaan sudah menipis, maka pilihannya pergi menumbuk gabah ke Losung Aek di kampung Toruan.  

Bila persediaan beras habis, darurat, ada dua pilihan. Menumbuk sendiri menggunakan lumpang dan alu. Atau marsali boras, pinjam beras, dari tetangga sebelah.  Nanti dikembalikan jika beras sudah ada lagi.

"Ayo!  Adikmu sudah bangun."  Benget, adik Poltak, kemarin merengek minta ikut ke Losung Aek. Katanya, dia belum pernah ke sana.  Karena itu, kemarin sore dia datang dan menginap di rumah nenek Poltak, neneknya juga.

Poltak dan adik-adiknya tinggal pisah rumah. Poltak tinggal bersama kakek-neneknya.  Sedangkan Benget dan dua orang adiknya yang lain tinggal bersama bapak-ibunya di kampung Robean, di lereng perbukitan sekitar satu kilometer di arah barat laut Panatapan.  

Menurut tuturan, dulu, sewaktu bapak-ibunya merintis kampung baru di Robean, Poltak dititipkan pada kakek-neneknya.  Kadung teramat sayang kepada cucu pertamanya itu, kakek-nenek Poltak kemudian hari  menolak untuk menyerahkannya kepada bapak-ibunya.

"Ya, sudahlah, Inang ni ucok.  Biarlah Si Poltak tinggal bersama kakek dan neneknya.  Kita bikin anak baru saja."  Ama ni Poltak, bapak Si Poltak, memberi pengertian kepada isterinya, Nai Poltak yang protes keras.    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline