1/
Dua malam lalu Pastor Antonius datang ke lelap tidurku. "Mengapa begitu lama di dunia fana. Aku menunggumu di rumahNya. Kita akan menonton Simponi Nomor 9 di ujung baton Bethoven." Pastor Antonius bertanya dan berjanji.
2/
Kemarin malam aku berangkat ke peraduan diantar senja. Beriring Requiem gubahan Mozart yang mengalun dari putaran piringan hitam tua di kaki pembaringan. "Jangan kau putar lagi Devil's Trill Sonata punya Tartini. Putarkan aku Requiem dari Mozart." Sudah kupesankan pada cicitku sebelum membaringkan tubuh rentaku.
3/
Aku menunggu kereta kuda Pegasus kiriman Santo Mikael di ujung malam. Kereta akhirat yang akan membawaku ke rumahNya. Aku akan menonton Simponi Nomor 9 di ujung baton Bethoven di sana. Pastor Antonius sudah menjanjikan padaku.
4/
Tengah malam aku terjaga oleh derap kaki kuda di depan rumah. "Sudah tibakah waktuku pergi?" Kutanya diriku dalam nada ragu tapi berharap. "Ah, bukan kereta kuda Pegasus, tapi sapi tetangga lari lepas dari kandang." Aku kecewa mendengar lenguh sapi dan teriakan tetanggaku mengejar sapinya. Lalu aku kembali terlelap berselimut kecewaku.
5/
Sudah tiga kali aku terjaga lagi pada tiga momen kokok ayam jantan peliharaan anakku. Tiga kali itu lagi aku berharap jemputan kereta kuda Pegasus telah tiba untukku. Tapi tak ada kereta tiba hingga di ujung malam. Datang di depan rumah adalah ojek daring, jemputan sekolah untuk cicitku yang kudengar sedang mendendang Not Today milik Bangtan Boys.
6/