Lihat ke Halaman Asli

Curahan Hujan, Curahan Rahmat

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hujan yang dirindukan mulai sering bertandang. Awas, jangan di kemudian hari dibenci keajekannnya karena engkau tak lagi rindu kepadanya. Hujan adalah rahmat Tuhan, mari berdoa dan bersyukur saat tercurah hujan dari langit.

Hujan, seperti juga sinar mentari, adalah sapaan langit pada makhluk bumi. Langit adalah simbol sakral (suci) dan bumi sebagai yang profan (materi). Jika yang di langit turun ke bumi, seperti hujan, patut disyukuri.

Maka, sebaiknya tidak kita tutup sepenuhya rumah kita dari sapaan langit. Biarkan sinar mentari menelusup dan air membasuh rumah.

Dan rasakan belaian Tuhan melalui utusan langit berupa air hujan atau sinar mentari yang menyapa langsung di rumah kita. Subhanallah.

Alaminya rumah yang cukup sinar mentari dan basuhan air hujan. Nikmati sinarnya dan gemericiknya; hangat dan segar. Dan itu tak harus mewah.

##

Hujan hari ini cukup untuk menyapu debu yang riuh berterbangan. Semoga hujan esok dan esok cukup untuk mengisi rongga kering sumur-sumur.

Sumur-sumur debit airnya jauh menurun saat tiada hujan. Keseimbangan ekologi sudah sangat terganggu. Tapi banyak yang tak menyadarinya.

Jika musim hujan tiba, air tumpah meluber ke mana-mana. Tak banyak lagi akar pohon yang menahannya, juga lahan kosong yang menampungnya.

Kita memperebutkan lahan kosong, memangkas pohon-pohonnya lalu membetonnya. Kita tak mempersilahkan air hujan mampir, sejenak pun.

Sementara sumber air tanah kita manfaatkan nyaris tanpa batas. Jet-pump beroperasi tanpa kendali. Air tanah dikuras, air hujan dibuang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline