Lihat ke Halaman Asli

Bipolar

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hai, apa kabarmu saat ini?"

Kubuka percakapan dengan sapaan ramah. Kamu, sekali lagi tidak bergeming. Dingin.

"Badanku hangat, kalau kau perlu kehangatan. Rumah ini terlalu besar untuk kita. Apalagi hanya untuk suaraku yang bergema sendiri. Padahal mulut di ruangan ini ada dua yang bisa silih berganti memuji atau memaki. Semestinya."

Aku nyinyir dan kamu terlalu angkuh untuk mencoba acuh. Dan, tidak ada orang ketiga yang ingin terlibat dalam situasi ini. Jauh berbeda dengan beberapa bulan kemarin.

"Aku rindu kamu."

Aku terdiam sesaat, membiarkan memoriku bergerak cepat. Memutar lagi adegan yang tidak pernah aku inginkan, apalagi melakukan.

Di bulan November lalu ruangan ini ramai dengan lengkingan dan pekikan. Nama-orang-ketiga memporakporandakan  meja makan kita, meja tempat kita makan dan sering menjadi tempat kekhilafan birahi kamu dan aku. Orang ketiga yang secara kasat merasuki emosi dan melenyapkan akal sehat. Orang ketiga yang membuat kita membanjiri lantai ruangan ini dengan darah, bukan lagi dengan peluh gairah.

"Aaaaahhh...!!! Aku gila! Aku tidak rela! Bukan kamu yang seharusnya aku,,,,"

Seketika itu, penglihatanku dipenuhi kunangkunang. Seluruh tubuhku penuh bulir embun keringat, membuat kuyup kemeja putihku.

Sekuat tenaga aku menggendong potongan tubuhmu yang dingin kembali ke pendingin.

"Hai, apa kabarmu saat ini?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline