Lihat ke Halaman Asli

Rusmin Sopian

Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Cerpen: Lelaki Utusan Langit

Diperbarui: 10 Oktober 2021   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen : lelaki Utusan Langit

Rembulan mulai terbangun dari mimpi panjangnya. Saat mentari mulai kembali keperaduannya. Seorang lelaki tua lusuh datang ke kediaman Migrun saat senja mulai tiba.Lelaki tua itu adalah tamu ketiga yang berkunjung ke rumah Migrun menjelang azan magrib berkumandang dengan relegiusnya. 

Sebelumnya ada tetangga dan tokoh masyarakat Kampung yang datang ke rumah Migrun, saat lelaki muda itu baru saja tiba di rumahnya. Dan entah apa yang mereka berdua bicarakan. Yang pasti lelaki tua berbaju lusuh itu meninggalkan rumah yang terletak di pojokan Kampung saat para warga mulai bergegas menuju masjid.

 "Mohon Bapak pikirkan kembali ," ujarnya setengah berdesis  saat hendak meninggalkan rumah lelaki muda itu.

 "Saya sungguh membutuhkan uang itu untuk biaya berobat," sambung lelaki itu dari luar pagar.

Migrun hanya terdiam menatap kepergian lelaki tua lusuh itu. Dan sudah tiga senja berturut-turut, lelaki tua itu mendatangi rumah Migrun. Dan seperti biasa, lelaki berbaju lusuh itu kembali saat senja mulai menua ketika azan magrib hendak dikumandangkan untuk mengingatkan semua orang bersujud kepada Sang Maha Pencipta.

Malam itu, malam yang dipenuhi bintang gemintang. Migrun tampak asyik berbincang dengan istrinya. Sinar rembulan seolah menjadi saksi dua manusia itu. Sesekali kerlap kerlip bintang mengornamen dua sejoli itu. Perbincangan pasangan suami istri ini mengingatkan mareka akan masa-masa romantisme saat mereka masih berpacaran dulu. 

Sebuah nostalgia hidup yang masih layak untuk dikenang. Sebuah sejarah hidup yang layak diwariskan kepada anak cucu sebagai simbol pertautan dua hati yang saling mencintai.

 "Jadi Ayah ingin membantu Bapak tua itu?" tanya istrinya.

 " Sebenarnya aku enggan membeli rumah tua itu. Tapi Bapak itu memaksa aku, Bu. Dan surat-surat rumahnyanya lengkap," jawab Migrun sembari menyeruput kopi hitam buatan istrinya.

"Lantas untuk apa rumah dan kebun Bapak tua itu kalau Ayah jadi membelinya?" kembali istrinya bertanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline