Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Cakrawala di Batas Mata

Diperbarui: 18 Juli 2019   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Sepeninggal purnama. Masihkah ada kegelapan yang belum sempat menyala?

Di antara semua warna yang ada, hitam adalah perwujudan dari muram. Ketegasan yang suram. Ketika lahir keputusan demi keputusan yang kehilangan percakapan. Dalam gumam yang diam.

Selanjutnya adalah warna putih. Simbol sederhana tentang sebuah kesimpulan yang bertasbih. Melalui fase demi fase yang matang. Ketika waktu luang benar-benar dipergunakan untuk pulang. Tidak untuk berenang di pikiran gusar. Bagaimana semua hal dibuat sedemikian samar.

Sisanya adalah warna-warna pelangi. Ketika banyak harapan diterbitkan oleh kehadiran mimpi. Di antara kedatangan hujan dan serpihan cahaya matahari. Sekian detik datang, untuk kemudian secepat itu pula menghilang. Laiknya waktu senggang.

Lalu di mana letak hitam putih di sela-sela kebingungan?

Tentu saja. Ada di salah satunya. Tidak pada keduanya. Tidak pula, jika bukan pada kedua-duanya.

Seperti garis cakrawala. Selalu ada di sana. Memberi batas-batas jelas yang tak mungkin diretas. Bahkan oleh siapapun yang mengaku dirinya adalah penyintas.

Jadi sambil menunggu kedatangan kembali purnama, masihkah perlu menyalakan pelita?

Ketika di sekitaran kita ternyata hanya ada gelap yang ditimbulkan dari terpejamnya mata?

Jakarta, 18 Juli 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline