Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Cakrawala di Batas Mata

18 Juli 2019   04:46 Diperbarui: 18 Juli 2019   04:54 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepeninggal purnama. Masihkah ada kegelapan yang belum sempat menyala?

Di antara semua warna yang ada, hitam adalah perwujudan dari muram. Ketegasan yang suram. Ketika lahir keputusan demi keputusan yang kehilangan percakapan. Dalam gumam yang diam.

Selanjutnya adalah warna putih. Simbol sederhana tentang sebuah kesimpulan yang bertasbih. Melalui fase demi fase yang matang. Ketika waktu luang benar-benar dipergunakan untuk pulang. Tidak untuk berenang di pikiran gusar. Bagaimana semua hal dibuat sedemikian samar.

Sisanya adalah warna-warna pelangi. Ketika banyak harapan diterbitkan oleh kehadiran mimpi. Di antara kedatangan hujan dan serpihan cahaya matahari. Sekian detik datang, untuk kemudian secepat itu pula menghilang. Laiknya waktu senggang.

Lalu di mana letak hitam putih di sela-sela kebingungan?

Tentu saja. Ada di salah satunya. Tidak pada keduanya. Tidak pula, jika bukan pada kedua-duanya.

Seperti garis cakrawala. Selalu ada di sana. Memberi batas-batas jelas yang tak mungkin diretas. Bahkan oleh siapapun yang mengaku dirinya adalah penyintas.

Jadi sambil menunggu kedatangan kembali purnama, masihkah perlu menyalakan pelita?

Ketika di sekitaran kita ternyata hanya ada gelap yang ditimbulkan dari terpejamnya mata?

Jakarta, 18 Juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun