Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Meramu Keliaran Diksi dalam Perjamuan Puisi

Diperbarui: 30 November 2018   13:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (Pixabay)

Cermin
Dalam sebuah perjamuan, secara berurutan umumnya orang berharap banyak pada kelezatan makanan, pelayanan, penataan, dan yang terakhir iringan hiburan. Setelahnya, pulang dengan hati riang dan perut kenyang.

Analogi itu bisa dipantulkan sebagai cermin sederhana dalam mereka-reka sebuah puisi. Saya lebih suka mengatakan mereka-reka daripada menulis karena puisi memang lebih tepat disebut rekaan dibanding tulisan.

Membuat sebuah puisi memang mereka. Puisi mempunyai sebuah maksud tertentu yang jelas dan pasti, namun disampaikan dengan cara-cara tidak biasa, rumit dan kadang mengada-ada

Dalam puisi, terdapat rekaan penulisan yang punya liukan tajam, tanjakan curam ataupun irisan-irisan menyedihkan, terkadang juga letupan kegembiraan yang dibungkus warna-warna tak terpetakan.

sumber foto : medium.com

Para pembaca kemudian diajak masuk ke dalam dunia yang unik, aneh, gelap atau malah terlalu banyak cahaya, dan sudah pasti misterius. Dibiarkan berkelana dalam pikirannya sendiri untuk mengartikan apa yang sudah direka tadi. 

Sesukanya. Karena pembaca diberikan hak sepenuhnya untuk mengartikan. Tidak perlu dituntun. Seperti bila membaca sebuah pantun.

Keliaran Diksi
Kita lanjutkan. Mereka puisi pada dasarnya adalah membuat ramuan kata agar sedap untuk dibaca, memanjakan mata, sekaligus mengaduk-aduk hati. Lupakan genre. Bagi saya itu tidak penting. 

Mereka puisi adalah kebebasan paling bebas yang pernah ada di dunia. Batasannya hanya apakah itu memuaskan diri sendiri saja, atau juga berupaya mengajak orang lain untuk ikut terpuaskan. 

Tanda puas dari pembaca sederhana saja. Setelah membaca umumnya mereka akan melamun. Membayangkan dan kemudian berimajinasi. Apa sesungguhnya yang terjadi dalam rekaan puisi tadi.

Kelezatan sebuah puisi ditandai dengan seberapa kuat kita meramu diksi. Diksi adalah nyawa dari puisi. Di sinilah letak sesungguhnya ruh puisi. 

Karena itu meramu diksi adalah langkah paling utama untuk mereka puisi yang mempunyai ruh dan sanggup menggoda pembaca untuk melanjutkan bacaannya hingga habis. Tidak cuma sampai pada bait pertama saja. Lalu berpindah ke lain mata.

Bagi seseorang, diksi mudah sekali didapatkan dan kemudian diramu dengan nyaman. Bagi yang lain, meramu diksi bisa jadi merupakan kesulitan. Ini akan berbeda-beda tergantung dari tingkat kepekaan hati dan keliaran pikiran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline