Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Kota yang Jalang

Diperbarui: 21 November 2018   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kali ini. Di sore yang berjejal-jejal. Kota besar ini mendadak binal.

Disusupkannya cerita tak senonoh di gawai bapak yang sedang tekun menjelajahi pasar bursa. Bapak itu langsung menutup pasar bursanya.
Disisipkannya gambar nyaris telanjang di gawai seorang anak sekolah yang sedang belajar persamaan matematika. Kontan anak itu membuang aplikasi matematikanya.

Sore yang pejal memasuki malam yang gatal.

barisan paha mulus terpajang halus. Di stasiun dan halte yang sedang sibuk mendandani dirinya dengan pelajaran tentang akhlak. Sebagian besar pandangan mata lantas menunduk. Agar tepat sasaran. Tidak kehilangan manisnya penglihatan.

Peradaban cukup brutal untuk mengajarkan banyak hal nakal.

tidak lagi memandang usia. Karena peradaban sudah demikian renta. Terbungkuk-bungkuk. Terbatuk-batuk. Menunggu ajal datang. Tapi justru malah semakin jalang.

Jakarta, 21 Nopember 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline