Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Di Antara Malam, Hujan dan Bulan Purnama

Diperbarui: 3 September 2018   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apakah kau masih ingin membicarakan hujan?  Sedangkan kemarau sungguh sulit kita halau? Apakah tidak lebih nyata jika berbincang tentang malam. Dalam kegelapan, kita mudah menemukan bulan.

Bulan di hati kita pernah menyabit.  Teriris sedikit di kaki langit.  Kemudian bertiwikrama dalam bentuk purnama.  Menerangi pencarian kita terhadap cinta.

Tak berlebihan kiranya saat kita duduk di beranda.  Segera merapikan sulur-sulur bunga yang menutupi pandangan mata.  Terhadap purnama yang tergelincir di pucuk cemara.  Lupa bagaimana caranya menuju pagi buta.  Terantuk bubungan.  Di mana bukti patah hati biasanya disimpan.

Kita sudah berada di antara malam, hujan dan bulan purnama.  Entah pada hitungan ke berapa.  Mungkin pertama kali, karena kita seolah baru jatuh hati.  Atau ke sekian ribu kali, sebab hati kita ternyata terpaut simpul mati. 

Jadi, bisakah perbincangan ini kita sudahi saja?  Aku lihat malam sudah mulai dihujani cahaya purnama.  Kita mesti menyambutnya dengan tata krama. Dia adalah tamu pertama kita semenjak kita dipertemukan olehnya.

Jakarta, 3 September 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline